December 16, 2011

CIE yang mungkin bisa menjadi pilihan

Hasil kunjungan Teman-teman Club OASE

Berkunjung ke kantor perwakilan CIE di Universitas Al-Azhar Indonesia
Posted on Dec 16, 2011 by wietski 1 Comment
Akhir-akhir ini, kami mendengar berita yang kurang menyenangkan bagi para praktisi homeschool mengenai kemungkinan adanya persyaratan mengikuti ujian untuk mendapatkan sertifikasi (ijasah) nasional yang memberatkan anak-anak pembelajar mandiri yang tidak ikut pendidikan formal maupun nonformal. Sambil menunggu angin segar perubahan kebijakan langkah-langkah mengikuti ujian nasional yang lebih baik, kami berempat (saya, mbak mella, mbak lala, dan mbak mira) memutuskan untuk mencari alternatif lain, salah satunya dengan mengunjungi kantor perwakilan Cambridge International Examination (CIE) Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Bagi yang belum tahu apa itu CIE, CIE adalah ujian internasional untuk mendapatkan sertifikasi (ijasah). Kalau dilihat dari situsnya, www.cie.org.uk, misi lembaga ini adalah untuk mewujudkan pendidikan internasional kelas dunia melalui kurikulum, ujian/assessment, dan pelayanan.

Sertifikasi yang dikeluarkan cambridge bertaraf internasional dan diakui dunia. Ujian yang disediakan setingkat dengan SD, SMP, dan SMA. Selain itu, kurikulum cambridge sendiri bisa didownload gratis disitusnya, dan buku-buku pelajaran yang menggunakan kurikulum cambridge bisa dibeli di toko buku yang menjadi distributornya, salah satunya Mentari Books yang ada di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Mungkin semua sudah mengetahui bahwa semakin banyak sekolah-sekolah di Indonesia yang kemudian menggunakan kurikulum Cambridge dan mengurus ujiannya dengan bekerja sama dengan CIE UAI. Pertanyaan kami tentu saja, bagaimana dengan praktisi Homeschool?? Intinya hari itu, kami ingin memastikan peluang dan alternatif keluarga praktisi homeschool untuk mengikuti ujian sertifikasi Cambridge.

Tiba disana jam 11.30, kami diterima dengan senang hati oleh Bapak Denny Azhari meski rame-rame dengan pasukannya masing-masing (kami bawa anak-anak kami ikut serta). Setelah berbincang-bincang, berikut ini kesimpulan yang kami dapat:

1.Saat ini CIE UAI menyediakan ujian level SD (primary) dan SMA. SMP masih diurus perizinannya, meskipun menurut Pak Denny sebenarnya tanggung kalau ingin ujian SMP, lebih baik langsung SMA saja.

2. Untuk ikut ujian Cambridge, bisa daftar perorangan, tidak dibatasi usia dan bisa langsung ambil di level mana saja (SD/SMA). Sistemnya sama seperti ujian TOEFL/IELTS yang bisa diikuti siapa saja tanpa ada persyaratan raport atau ijasah pendidikan sebelumnya.

3.Ujian diselenggarakan dua kali dalam setahun, yaitu bulan Mei-Juni (pendaftaran Desember-Februari) dan Oktober-November (pendaftaran bulan Juli-Agustus)

4. Biaya yang harus dikeluarkan oleh orangtua adalah biaya pendaftaran (400rb), biaya administrasi (450rb/subyek), dan biaya ujian.

5. Untuk ujian level SD (primary), yang diujikan adalah 3 mata pelajaran, matematika, sains dan bahasa Inggris dengan biaya Rp 750.000 (all in)

6. Ujian untuk level SD harus diambil satu paket/sekaligus 3 mata pelajaran tersebut dalam satu waktu.

7.Hasil dari ujian level SD ini mirip seperti STTB (Surat Tanda Tamat Belajar) atau hasil ujian TOEFL/IELTS dan jika diperlukan bisa dipakai untuk mendaftar ke SMP di Indonesia yang menggunakan kurikulum cambridge atau RSBI.

8. Ujian level SD ini tidak ada hubungannya dengan ujian level SMP atau SMA, artinya bukan persyaratan yang harus diambil sebelum ikut ujian level SMP/SMA.

9. Untuk ujian level SMA, ada 4 yaitu:

Ujian IGCSE Rp 825.000 (dibayar per subject hanya untuk IGCSE)
Ujian O Level Rp 525.000 (dibayar per subject hanya untuk O Level)
Ujian AS Level Rp 650.000 (dibayar per subject hanya untuk AS Level)
Ujian A Level Rp 925.000 (dibayar per subject hanya untuk A Level)

11. CIE juga ada ujian praktikum di level SMA untuk kimia, biologi, dan fisika dengan biaya Rp 1.000.000 per-subyek.

12. Perbedaan diantara ujian-ujian tersebut adalah tergantung pada universitas yang dituju, sehingga calon siswa diminta untuk secara spesifik mencari tahu ke universitas tersebut atau melihat ke situsnya (untuk universitas di Indonesia belum terupdate), termasuk mengenai subyek apa saja yang ingin diujikan.

13. Ujian untuk level SMA berdasarkan persubyek dan bisa dicicil/diujikan terpisah waktunya tergantung kebutuhan dan permintaan dari universitas yang dituju.

14. Saat ini sudah semakin banyak universitas di Indonesia yang menerima hasil ujian CIE sebagai persyaratan administrasi pengganti ijasah nasional untuk mengikuti ujian masuk Perguruan Tinggi. Hanya saja, daftar universitas mana saja belum terupdate di situs CIE, sehingga harus ditanyakan langsung ke universitas yang bersangkutan, atau bisa dengan bapak Denny. Kemarin saat kami berkunjung, yang disebut oleh pak Denny diantaranya adalah UI, ITB, UNIBRAW, UAI, UPH, Binus.

15. Selain universitas di Indonesia, tentunya juga bisa dipakai untuk melamar ke universitas-universitas di luar negeri (daftarnya di situsnya), dan juga sebagai alat untuk mencari beasiswa.

Dari poin-poin diatas, kami berkesimpulan:

Keluarga praktisi homeschool punya kesempatan yang sangat luas untuk mengikuti ujian bertaraf internasional yang diakui dunia dengan biaya yang cukup lebih terjangkau dibandingkan jika masuk ke sekolah berkurikulum cambridge. Dengan demikian, pilihan ke universitas tidak perlu dibatasi hanya yang ada di dalam negeri, tetapi juga luar negeri.

Keluarga Indonesia lainnya yang menyekolahkan anak di sekolah biasa dan ingin anaknya punya sertifikasi cambridge tanpa masuk ke sekolah berkurikulum cambridge juga sangat terbuka.

Tantangan yang paling kelihatan saat ini adalah kemampuan bahasa Inggris anak-anak Indonesia dalam menjawab soal ujian cambridge, untuk itu kami kemarin juga berdiskusi mengenai apakah akan ada try out ujian Cambridge dan workshop bagaimana persiapan menghadapi ujian Cambridge ini. Jawaban yang kami dapat adalah: BELUM ADA, tapi Pak Denny bersedia adakan try out dengan syarat kami yang menyediakan tempat ujian dan minimal 10 anak dengan jenis ujian yang sama. Untuk workshop juga masih terbuka lebar.

Tantangan yang kedua adalah mungkin meningkatkan rasa percaya diri orangtua dan anak-anak homeschool bahwa kita semua MAMPU dan BISA mengikuti ujian internasional. Dan ini kami harapkan saling mendukung dan saling bahu membahu menuju kesana.

Terakhir, kami mengajak CIE UAI dan Pak Denny khususnya untuk “brainstorming” kepada orangtua baik yang sekolah maupun praktisi homeschool mengenai Cambridge dan bagaimana pelaksanaan ujian secara mandiri. Pak Denny sendiri sudah bersedia nih. Seru kan? ^_^

Maju terus pendidikan Indonesia!! ^_^

December 14, 2011

Belajar Dirumah namun bisa Ikutan UN di sekolah formal

Sebenarnya hal ini sudah ada yang melakukan namun belum banyak
Ada beberapa sekolah yang menerima anak-anak sekolah rumah untuk ikut ujian
di sekolah formal.
Teknisnya ya sesuai aturan harus mengajukan mutasi dari pend In formal ke Formal
semoga berita ini semakin bisa membuka kesempatan yang ingin mendapatkan ijasah sebagaiman anak formal.

JAKARTA, KOMPAS.com - Anak-anak sekolah rumah usia sekolah mulai tahun 2012 diarahkan secara bertahap untuk ikut ujian nasional sekolah formal. Selama ini, siswa sekolah rumah mengikuti ujian nasional kesetaraan Paket A, B, dan C atau setara SD, SMP, dan SMA untuk mendapat ijazah sesuai jenjang pendidikan.

"Pendidikan di sekolah rumah juga berkualitas. Sebenarnya, pemerintah mau supaya anak-anak usia sekolah belajar di sekolah formal. Tetapi memang ada anak-anak usia sekolah yang memilih homeschooling. Hak anak-anak ini juga mesti dilindungi," kata Didik Suhardi, Direktur Pembinaan SMP, Ditjen Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta, Senin (12/12/2011).

Belum lama ini, Ditjen Pendidikan Dasar Kemendikbud mengeluarkan aturan yang menghambat anak-anak sekolah rumah atau homeschooling jenjang SMP untuk ikut ujian nasional kesetaraan Paket B. Siswa yang boleh ikut ujian kesetaraan Paket B harus berusia minimal 18 tahun atau boleh di bawah 18 tahun asal sudah berkeluarga atau pernah menikah.

Kebijakan tersebut tentu saja merugikan anak-anak homeschooling usia sekolah di jenjang SMP. Sebab, kebijakan pemerintah soal pendidikan informal mengatur penyetaraan hasil belajar anak-anak homeschooling lewat ujian nasional kesetaraan.

Menurut Didik, sayang jika anak-anak homeschooling usia sekolah yang mendapat layanan pendidikan yang kualitasnya seperti sekolah formal hanya mendapat ijazah Paket A, B, atau C. Dengan adanya kebijakan baru yang bakal dilakukan secara bertahap, anak-anak homeschooling usia sekolah nantinya bisa ikut ujian nasional di sekolah formal.

"Memang masih perlu dibahas lebih lanjut cara mengkonversi hasil belajar siswa sekolah rumah yang bisa diterima sekolah formal. Nanti, sekolah formal harus terbuka untuk bisa menerima anak-anak sekolah rumah yang hendak bergabung untuk ikut UN sekolah formal," kata Didik.

Munasprianto Ramli dari Divisi Penelitian dan Pengembangan Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena), mengatakan selama ini memang ada anak-anak homeschooling yang ikut UN sekolah formal. Tetapi selama ini dilakukan secara diam-diam sehingga berkesan ilegal. Tidak semua pimpinan sekolah terbuka untuk menerima anak-anak homeschooling terdaftar di sekolahnya. Akhirnya, banyak anak-anak sekolah rumah yang pilih UN kesetaraan, ujar Munasprianto.

Menurut Munasprianto, sudah saatnya di Indonesia ada sekoalh payung bagi anak-anak homeschooling. Anak-anak usia sekolah tetap belajar lewat jalur sekolah rumah, namun sesekali bisa bergabung belajar di sekolah reguler dan ikut UN sekolah formal.

Munasprianto menambahkan anak-anak homeschooling usia sekolah sebenarnya selama ini dirugikan jika hanya boleh ikut UN kesetraan. Pasalnya, pelaksanaan UN kesetaraan sering berubah-ubah dan pengumuman kelulusan sering terlambat.

"Akibatnya, anak-anak homeschooling tidak bisa daftar sekolah atau kampus di tahun ajaran yang sama karena penyelenggaraan UN kesetaraan setelah UN formal," kata Munasprianto.

Sumber
http://edukasi.kompas.com/read/2011/12/12/15585312/siswa.sekolah.rumah.ikut.un.formal

December 13, 2011

UCAPAN SELAMAT






Meski ada yang sempat mengulang
karena tidak lulus pada ujian Juni 2011 Lalu
Akhirnya semuanya bisa LULUS
pada ujian Oktober 2011

Selamat Kepada :

Fransisco Kevin, William, Andrea Suyanto, Nico Moeljotanto
Melly B, Bhaga Aninditatama, Annisa Ayu laras Atika, M. Ya'Qub, S. Choiriyah
Arief Ridwan, Bill Hartanto, Adinda Az, Nabil Achmad F


Salam Dahsyat...!!!

December 12, 2011

Siswa Sekolah Rumah Dipersulit Ikut Ujian Kesetaraan



JAKARTA, KOMPAS.com- Anak-anak usia belajar di jenjang SMP yang memilih sekolah rumah atau homeschooling dipersulit untuk ikut ujian nasional kesetaraan program Paket B atau setara SMP. Pasalnya, syarat peserta ujian kesetaraan Paket B yang diperbolehkan pemerintah berusia di atas 18 tahun atau boleh di bawah usia 18 tahun asal sudah berkeluarga atau pernah menikah.

Peraturan yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu dinilai diskriminatif terhadap anak-anak sekolah rumah. Padahal, pilihan untuk menjalankan pendidikan informal seperti sekolah rumah diakui di Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Budi Trikorayanto, Sekretaris Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) di Jakarta, Minggu (11/12/2011), mengatakan, di dalam UU Sisdiknas diatur bahwa penyetaraan peserta pendidikan informal dengan mengikuti ujian kesetaraan Paket A (SD), B (SMP), dan C (SMA/SMK). Anak-anak yang memilih jalur pendidikan informal lewat sekolah rumah tunggal atau komunitas umumnya anak-anak usia belajar dari kalangan mampu dan keluarga miskin.

"Aneh, jika pemerintah mempersulit anak-anak usia belajar di homeschooling untuk ikut ujian kesetaraan, terutama Paket B. Hak anak-anak untuk memilih pendidikan di jalur sekolah rumah justru dikebiri lewat aturan-aturan yang menggiring mereka hanya bersekolah di sekolah formal," ujar Budi.

Erlina VF Ratu, Ketua Komunitas Sekolah Rumah Pelangi di Tangerang, mengatakan, anak-anak sekolah rumah yang ingin mendapatkan pendidikan terbaik di jalur pendidikan informal terus saja didiskriminasi. "Masa anak-anak sekolah rumah sekolah rumah usia SMP mesti kawin dulu baru boleh ikut ujian kesetaraan Paket B? Kebijakan ini justru merugikan program wajib belajar yang harus dilaksanakan dan dilindungi pemerintah karena amanat konstitusi," kata Erlina.

Ternyata tulisan ini cukup ampuh untuk menggerakkan DIRJEN yang mengundang untuk ketemu dalam rangka kebijakan yang lebih berpihak pada pendidikan Informal....
Thanks teman-teman atas upaya ini
Salam Dasyat

December 11, 2011

Aturan Tentang Pendidikan Informal Th 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17 TAHUN 2010
TENTANG
PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Pada no ini masih ada :

39. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

Pada halaman 95 ada Bab seperti ini

BAB V
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INFORMAL

Pasal 116
Pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Pasal 117
(1) Hasil pendidikan informal dapat dihargai setara dengan hasil pendidikan nonformal dan formal setelah melalui uji kesetaraan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah
sesuai kewenangan masing-masing, dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Uji kesetaraan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilaksanakan melalui:
a. Uji kesetaraan yang berlaku bagi peserta didik pendidikan nonformal sebagaimana diatur dalam Pasal 115; dan
b. Uji kesetaraan yang diatur dengan Peraturan Menteri untuk hasil pendidikan informal lain yang berada di luar lingkup ketentuan dalam Pasal 115.

Setahu saya belum ada yang mengganti aturan ini...,
tapi bila ada yang lebih tahu mohon bisa menambahkan..
salam dahsyat

Pilihan juga mengandung resiko..!!

Banyak orang tua akan bangga dengan kemampuan anaknya
Banyak orang tua juga akan bangga saat anaknya masuk di sekolah favorit
Banyak orang tua yang berupaya dengan segala cara untuk bisa masuk jalur akselerasi
Padahal tidak semua anak-anak mereka sebangga sebagaimana ortunya.

Pada beberapa saat yang lalu ada anak yang mengalami tekanan disekolah,
Orang tua sudah berupaya, begitu juga guru-gurunya, ternyata
jalur akselearsi yang dia lalui itu bukan menjadi kehendaknya meski IQ 133,
namun lebih karena upaya dan keinginan orang tuanya.
akhirnya sianak bisa menemukan model belajar yang dia suka.. dan selesai tepat sesuai waktunya.

Pada cerita yang lain Pesantren adalah salah satu tempat yang juga baik untuk pendidikan anak-anak kita.., berbagai ragam pesantren yang ada di Jawa ini,
ada pengelola yang sudah profesional, juga ada beberapa pesantren kecil yang
santrinya juga tidak banyak.
Orang tua kadang berharap Sangat berharap besar saat memilihkan pendidikan Akademis plus agamanya di salah satu pesantrean favorit yg mungkin sudah di survey terlebih dahulu ataupun kadang dari rekomendasi teman, namun saat seorang anak yang dalam kondisi terpaksa dan dipakasa untuk tinggal di pesantren, tentu ini juga bisa berdampak kurang baik.
Saat keluar.. ternyata mereka ada kebebasan yang tidak ada selama ini, sehingga
kebebasan tersebut mengakibatkan menjurus pada hal yang tidak manfaat.

Satu lagi saat 2 tahun lalu datang seorang anak yang pandai.. dengan bekal nilai-
nilai yang bagus disekolahnya dan beasiswa yang dapat dia raih dari Belanda..
Pergaulan remaja menghantarkan dia harus keluar dari sekolah favorit di kotanya,
Ibunya dan ayahnya hanyalah seorang buruh kasar, tentunya sangat kerepotan mengawal
sianak yang sudah mulai puber dan mengenal teknologi canggih,
hari-hari dilewati dengan hal yang kurang tepat, meski biaya sekolah dan lain-lain
sudah diupayakan gratis dan dibimbing oleh beberapa pendamping belajar, namun akhirnya juga tidak bisa selesai kegiatan belajarnya.

beberapa kasus diatas.. adalah mengungkapkan betapa penting peran orang tua dalam mengawal anak-anak mereka Sekolah yang bagus bukan jaminan membuat anak senang, Pesantrenpun demikian, Kepandaian anakpun juga menjadi mubadzir bila ternyata orang tua tidak bisa mengawalnya..

Demikian juga dengan kegiatan belajar mandiri, sekolah rumah dll. saat kita melakukanya dengan asal-asalan tentunya dampaknya akan berbeda bila kita melakukannya dengan konsep yang jelas dan anak-anak bisa melakukannya dengan nyaman tanpa suatu paksaan.

Tidak ada yang bisa menjamin Sekolah hebat akan menghasilkan anak yg juga hebat, demikian juga Tidak juga jaminan anak sekolah rumah juga akan sukses.. !!
Mau pilih sekolah ataupun tidak sekolah.... yang terpenting bagaimana kita bisa senantiasa mengawal anak-anak dengan memberikan bekal yang terbaik untuk dia yang tentunya bisa bermanfaat kelak dikemudian hari.

Ada yang berpesan " Janganlah anda jadi OTBK (Orang Tua Berkebutuhan khusus..! ) yang suka memaksakan kehendak pada anak-anaknya tanpa memperdulikan proses alami yang ada pada diri si anak

Anak juga punya Hak, anak juga ingin bersuara dan suara mereka juga ingin didengar..

Salam Dahsyat semoha bermanfaat