Malas ke Sekolah Formal Karena Harus Rebutan Komputer.
Ada banyak alternatif model pendidikan untuk anak. Selain lewat sekolah formal, bisa lewat sekolah non formal atau pendidikan luar sekolah (PLS). Malahan, saat ini mulai marak model home schooling, yakni sekolah di rumah seperti yang diselenggarakan Komunitas Sekolah Dolan Malang.KHOLID AMRULLAH ---"Anak saya yang pertama, Fadhil Arif, sekolah di SMAN 3 Kota Malang. Yang nomor dua dan nomor tiga tidak saya sekolahkan formal, tapi model home schooling," ujar Lukman Hakim, pengelola Komunitas Sekolah Dolan yang beralamat di Perum Vila Bukit Tidar.Sejenak kemudian, Lukman menyapa anak keduanya Nabil Ahmad Fathoni yang jika dia sekolah formal duduk di bangku kelas 3 SD. Saat itu, dia terlihat asyik membuka web otomotif bersama temannya, Civiro. Didampingi seorang tutor, keduanya belajar layaknya bermain di ruang seukuran 3 x 3 meter di rumah Lukman. "Meski anak saya tidak sekolah formal, tetapi kepandaiannya bisa menyamai anak-anak seumurannya yang sekolah formal," ujar Lukman. Nabil yang mendengar ucapan bapaknya itu hanya tersenyum malu.Menurut Lukman, Nabil sudah memiliki kemampuan seperti anak sekolah seusianya. Itu bisa diketahui saat tutornya memberikan soal-soal ujian pada sekolah formal. Malahan, kini dia juga menjadi jujugan teman-temannya di perumahan bila mereka ingin membuka situs di internet. "Dia itu sekarang juga menjadi operator internet, dia cepat sekali kalau diminta bantuan mencari data," terang lulusan teknik sipil UM ini. Selain itu, Nabil juga mahir membikin desain grafis. "Dia (Nabil, Red) mengaku paling suka dengan mobil. Dia membikin mainan desain grafis untuk baliho pameran mobil," ujar Lukman.Bocah yang terobsesi ingin menjadi penjual mobil dan membuka tempat cuci mobil itu, senang meski hanya belajar di rumah. Karena dia juga punya banyak teman di dunia maya. Saat ditanya keinginannya untuk sekolah formal, dia hanya geleng-geleng kepala alias tidak ingin sekolah SD formal.Demikian halnya dengan Civiro, anak seorang pengusaha ini mengaku bosan sekolah di sekolah formal SD. Alasan dia, banyak teman yang nakal, kemudian jika ke lab komputer harus rebutan dulu. "Di sini bebas, sepuasnya," ujar bocah dengan logat Jakarta ini. Jika Nabil suka sekali dengan otomotif, Civiro keranjingan elektronik. Lukman mengatakan, selain dua bocah tersebut masih ada 11 anak pra sekolah (TK), lima anak setara SMP, dan lima anak setara SMA. Kemudian untuk program after schooling ada empat siswa SD. "Kalau yang after schooling ini adalah anak-anak SD formal yang ingin belajar di home schooling ini," terang suami Titin Nurhanendah ini.Menurut laki-laki kelahiran 1966 ini, tekadnya untuk membuka home schooling itu muncul pada 2006 lalu. Ketika itu dia melihat beberapa kekurangan yang ada pada pendidikan formal. Misalnya, ketakutan anak terhadap ujian nasional, tekanan yang terlalu berat yang diterima para siswa hingga persoalan moral yang membuat banyak orang tua khawatir. "Lalu anak saya ini tidak saya masukkan ke sekolah formal," terang dia. Bersama istrinya, pasangan ini yakin mampu memenuhi kebutuhan pendidikan anaknya sesuai kebutuhan dan kurikulum di sekolah formal. Keuntungan lainnya, model home schooling ini juga memudahkan orang tua untuk mengontrol perkembangan pendidikan dan moral anak. Untuk menyelenggarakan program ini, dia juga melaporkan ke Diknas Kota Malang. Mendapat dukungan moral dari diknas, Lukman semakin bersemangat. Rupanya, cara Lukman ini ditiru sejumlah orang tua. Kemudian di antara orang tua anak home schooling itu mendirikan Komunitas Sekolah Dolan.Setelah menjadi komunitas, model pengajarannya ada bisa diubah. Misalnya, untuk pelajaran tertentu bisa bergabung antar peserta home schooling yang lain, tetapi untuk pelajaran lain terserah orang tuanya. Misalnya orang tua tidak siap untuk matematika, pada di komunitas anak tersebut tidak diajari matematika.Selain materi pelajaran, Komunitas Sekolah Dolan ini banyak jalan-jalannya. Biasanya anak-anak dan orang tuanya pergi ke tempat rekreasi atau out bond. Lalu berkunjung ke tempat-tempat yang bisa membangkitkan inspirasi anak.. "Jadi kami ini banyak sekali jalan-jalan, tetapi tetap ada pelajaran. Enak khan?" kata Lukman.Lukman mengatakan, para orang tua yang ingin home schooling harus benar-benar siap. Karena pelaksanaan home schooling juga tidak gampang. Orang tua dan tutor harus terus memantau perkembangan belajar anak dengan indikator-indikator yang jelas. Karena indikator itu nanti juga akan dilaporkan ke diknas.Lalu bagaimana ijazah mereka? Menurut Lukman, anak home schooling dibebaskan memilih untuk memiliki ijazah atau tidak. Jika ada yang ingin mendapat ijazah, mereka bisa mengikuti ujian paket A sampai C. Sehingga juga tetap bisa meneruskan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. "Di Jakarta itu sudah ada anak home schooling yang masuk UGM dan UI, ada juga yang masuk fakultas kedokteran," ujarnya.Menurut dia, anak home schooling itu juga ada yang tidak butuh ijazah. Mereka hanya butuh pengetahuan, karena untuk pekerjaan sudah ada dari usaha keluarga. Selain itu, anak home schooling juga harus ditanamkan untuk mandiri, tidak tergantung dengan orang lain.Keberadaan Komunitas Sekolah Dolan ini sendiri berada di bawah Komunitas Asah Pena Indonesia pimpinan Seto Mulyadi. Lukman sendiri juga menjadi ketua Komunitas Asah Pena wilayah Malang Raya. Dengan demikian, berbagai informasi bisa saling bertukar pengalaman dengan daerah lain.
Sumber Jawapos ( oleh Cholid )
May 29, 2009
May 25, 2009
Disaat Sekolah Ngak Nyaman Lahir Sekolajh Dolan
Senin, 25 Mei 2009 19:38:59 -
Wiwik Yuwono dan Lukman Hakim ( DPW Asahpena Malang )
Dunia pendidikan pernah dihenyakkan oleh satu ungkapan satire; Sekolah itu Candu. Bila dikaitkan pada era kekinian, muncul lagi ungkapan yang membuat lebih miris. Sebut saja misalnya, sistem pendidikan yang dzalim maupun sekolah sebagai tempat pembelian kurikulum. Hal ini memang tidak lepas dari sistem pendidikan yang kurang memberi ruang yang nyaman bagi anak didik untuk belajar.
Atas dasar inilah, dimana sekolah sudah bukan lagi tempat belajar yang nyaman, beberapa komunitas di Kota Malang membentuk Sekolah Dolan. Sekolah ini mengusung sistem pembelajaran alternatif dengan menempatkan kenyamanan sebagai unsur utama. Meski terkesan longgar dan bebas, sekolah ini tetap mengedepankan pembentukan karakter sekaligus memberi kesempatan legal untuk studi lanjutan anak didik.
Berikut penuturan Wiwik Yuwono, penggagas Sekolah Dolan sekaligus penasihat Asahpena (asosiasi homeschooling dan pendidikan alternatif) Malang ini, kepada Mas Bukhin dan fotografer Hayu Yudha Prabawa dari KORAN PENDIDIKAN.
Mengusung nama Sekolah Dolan (dari bahasa jawa yang berarti bermain –red), apa sebenarnya ruh dari pendirian lembaga ini?
Nama dolan itu dipilih untuk menggambarkan sebuah kenyamanan dalam satu proses belajar. Karena memang ruh dari Sekolah Dolan adalah satu sistem pendidikan alternatif yang memberikan suasana belajar yang nyaman, bukannya sistem belajar yang mengharuskan anak didik duduk manis dan terbebani kurikulum.
Apakah kenyamanan itu diwujudkan dalam bentuk dolan?
Secara harfiah, ya, unsur bermain di sekolah ini memang besar. Terutama bagi anak didik di usia sekolah kelas 1, 2, dan 3 pada sekolah dasar. Namun makna dolan di sini tentu bukan semata bermain saja, tetap ada suasana belajar di sana. Intinya tetap belajar, namun suasananya yang dibuat senyaman mungkin bagi anak didik, salah satunya dengan bermain (dolan).
Seperti apa dolan ini menjadi satu media yang efektif untuk belajar?
Bagi kami, metode dolan itu lebih efektif untuk memberikan materi pembelajaran bagi anak didik, pada mata pelajaran apapun. Melalui proses seperti ini, sebuah pemahaman tidak diterima dalam bentuk teori yang tertulis dimana itu hampir mematikan kreativitas. Setiap pemahaman akhirnya diterima melalui proses alami dan anak didik bisa belajar itu secara langsung dari kehidupannya. Bukan dari satu proses yang dipaksakan.
Sebenarnya keberadaan Sekolah Dolan ini untuk siapa? Pada anak didik yang seperti apa?
Seperti saya ungkap di awal, Sekolah Dolan merupakan salah satu alternatif pilihan sistem pendidikan. Ini bisa dimaknai bahwa Sekolah Dolan mencoba mengakomodasi pada apa yang tidak bisa dipenuhi dan diterima anak didik dari pendidikan formal. Jadi untuk peruntukkannya, Sekolah Dolan itu untuk siapa saja yang ingin mendapatkan itu. Bukan saja bagi anak didik, para guru dan orang tua juga punya kesempatan yang sama untuk belajar di sini.itu
Kalau saat ini, siapa saja anak didik di Sekolah Dolan ini?
Saat ini tidak kurang dari 20 anak didik. Ada yang baru pada jenjang sekolah dasar, ada pula yang sudah setingkat SMP dan SMA. Selain itu ada pula anak didik yang berkebutuhan khusus. Istilah yang biasa kami gunakan, Sekolah Dolan ini merupakan wahana anak homeschooling, afterschooling, dan unschooling untuk berkumpul dan belajar.
Bukannya konsep dasar dari home schooling itu melibatkan peran besar orang tua?
Tetap, peran orang tua di Sekolah Dolan itu tetap besar. Orang tua tidak sekadar mengantar anaknya untuk sekolah. Tapi sudah turut mendampingi bermain, mengusulkan kurikulum pembelajaran, sampai turut membantu aneka bentuk kegiatan anak didik. Jadi misalkan suatu saat orang tua merasa dirinya mampu untuk mendidik anaknya sendiri, mereka bisa melakukannya di rumah. Dan sebenarnya Sekolah Dolan juga menjadi bagian dari homeschooling.
Maksudnya?
Homeschooling itu ada tiga; homeschooling tunggal itu yang menempatkan orang tua sebagai pendidik utama di rumah. Ada homeschooling majemuk dimana beberapa orang tua berkumpul untuk saling medidik anak. Biasanya masing-masing orang tua memiliki kemampuan pada mata pelajaran tertentu. Terakhir ada homeschooling komunitas, ini yang metodenya dijalankan oleh Sekolah Dolan.
Lalu afterschooling dan unschooling itu seperti apa?
Bagi anak-anak yang sudah menempuh pendidikan formal, usai kegiatan pembelajaran mereka bisa menambah materi alternatif di Sekolah Dolan. Ini yang disebut sebagai afterschooling. Begitu juga bagi anak-anak yang tidak mau bersekolah di sekolah formal (unschooling), seperti anak jalanan, bisa di sini.
Bila dikaitkan dengan bentuk pendidikannya yang non formal, bagaimana metode belajar di Sekolah Dolan ini yang bisa mengakomodasi kebutuhan di sekolah formal?
Ya, tetap saja, kami tetap memberikan materi pembelajaran yang dibutuhkan anak-anak untuk menempuh pendidikan formal. Bedanya ada pada pendekatan cara belajar saja. Seperti tadi saya kemukakan, untuk anak seusia kelas 1, 2, dan 3 SD, metodenya lebih banyak pada bermain. Pada usia di atasnya, kami juga beri fokus pembelajaran pada materi yang diujikan dalam ujian nasional. (*)
Komunitas Sekolah Dolan
Sekolah Dolan merupakan komunitas serta wahana belajar dan berkumpul bagi anak-anak home schooling, after schooling, maupun unschooling. Komunitas ini sudah ada sejak 2007 oleh penggerak asosiasi home schooling dan pendidikan alternatif (asah pena). Setelah asah pena Malang diresmikan pada Maret, komunitas Sekolah Dolan terus berkembang. Terlebih dalam dunia maya, komunitas ini sudah dikenal luas.
Media pembelajaran pada Sekolah Dolan diadopsi dari kurikulum nasional dan internasioal yang relevan dengan perkembangan zaman, serta potensi masing-masing anak yang unik. Untuk mendukung hal ini, materi pembelajaran terus diperbarui dengan mencari materi baru di internet. Media ini juga menjadi fasilitas pendukung pembelajaran sekaligus melayani pertanyaan dan konsultasi jarak jauh.
Saat ini, komunitas Sekolah Dolan mendukung berbagai bentuk penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa S1, S2, dan S3, mulai dari Jakarta hingga Ambon. Selain itu Sekolah Dolan juga menjalin kerjasama dengan beberapa instansi seperti BPPLSP regional IV, PLS Kota Malang, Fakultas PLS Universitas Negeri Surabaya, SKB, dan PKBM Kota Malang.
Paling akhir, pada 2009 ini Sekolah Dolan terpilih menjadi contoh penerapan kurikulum inovatif tingkat nasional oleh Pusat Kurikulum (Puskur). Menurut Seto Mulyadi, komunitas Sekolah Dolan cocok untuk orang tua yang menghargai perkembangan potensi dan keunikan anak. Informasi tentang Sekolah Dolan, bisa dengan mengunjungi http://sekolahdolan.blip.tv, http://sekolahdolan.org, atau langsung ke camp di Perum Vila Bukit Tidar AA 209 Telepon (0341)559763. (*)
Wiwik Yuwono dan Lukman Hakim ( DPW Asahpena Malang )
Dunia pendidikan pernah dihenyakkan oleh satu ungkapan satire; Sekolah itu Candu. Bila dikaitkan pada era kekinian, muncul lagi ungkapan yang membuat lebih miris. Sebut saja misalnya, sistem pendidikan yang dzalim maupun sekolah sebagai tempat pembelian kurikulum. Hal ini memang tidak lepas dari sistem pendidikan yang kurang memberi ruang yang nyaman bagi anak didik untuk belajar.
Atas dasar inilah, dimana sekolah sudah bukan lagi tempat belajar yang nyaman, beberapa komunitas di Kota Malang membentuk Sekolah Dolan. Sekolah ini mengusung sistem pembelajaran alternatif dengan menempatkan kenyamanan sebagai unsur utama. Meski terkesan longgar dan bebas, sekolah ini tetap mengedepankan pembentukan karakter sekaligus memberi kesempatan legal untuk studi lanjutan anak didik.
Berikut penuturan Wiwik Yuwono, penggagas Sekolah Dolan sekaligus penasihat Asahpena (asosiasi homeschooling dan pendidikan alternatif) Malang ini, kepada Mas Bukhin dan fotografer Hayu Yudha Prabawa dari KORAN PENDIDIKAN.
Mengusung nama Sekolah Dolan (dari bahasa jawa yang berarti bermain –red), apa sebenarnya ruh dari pendirian lembaga ini?
Nama dolan itu dipilih untuk menggambarkan sebuah kenyamanan dalam satu proses belajar. Karena memang ruh dari Sekolah Dolan adalah satu sistem pendidikan alternatif yang memberikan suasana belajar yang nyaman, bukannya sistem belajar yang mengharuskan anak didik duduk manis dan terbebani kurikulum.
Apakah kenyamanan itu diwujudkan dalam bentuk dolan?
Secara harfiah, ya, unsur bermain di sekolah ini memang besar. Terutama bagi anak didik di usia sekolah kelas 1, 2, dan 3 pada sekolah dasar. Namun makna dolan di sini tentu bukan semata bermain saja, tetap ada suasana belajar di sana. Intinya tetap belajar, namun suasananya yang dibuat senyaman mungkin bagi anak didik, salah satunya dengan bermain (dolan).
Seperti apa dolan ini menjadi satu media yang efektif untuk belajar?
Bagi kami, metode dolan itu lebih efektif untuk memberikan materi pembelajaran bagi anak didik, pada mata pelajaran apapun. Melalui proses seperti ini, sebuah pemahaman tidak diterima dalam bentuk teori yang tertulis dimana itu hampir mematikan kreativitas. Setiap pemahaman akhirnya diterima melalui proses alami dan anak didik bisa belajar itu secara langsung dari kehidupannya. Bukan dari satu proses yang dipaksakan.
Sebenarnya keberadaan Sekolah Dolan ini untuk siapa? Pada anak didik yang seperti apa?
Seperti saya ungkap di awal, Sekolah Dolan merupakan salah satu alternatif pilihan sistem pendidikan. Ini bisa dimaknai bahwa Sekolah Dolan mencoba mengakomodasi pada apa yang tidak bisa dipenuhi dan diterima anak didik dari pendidikan formal. Jadi untuk peruntukkannya, Sekolah Dolan itu untuk siapa saja yang ingin mendapatkan itu. Bukan saja bagi anak didik, para guru dan orang tua juga punya kesempatan yang sama untuk belajar di sini.itu
Kalau saat ini, siapa saja anak didik di Sekolah Dolan ini?
Saat ini tidak kurang dari 20 anak didik. Ada yang baru pada jenjang sekolah dasar, ada pula yang sudah setingkat SMP dan SMA. Selain itu ada pula anak didik yang berkebutuhan khusus. Istilah yang biasa kami gunakan, Sekolah Dolan ini merupakan wahana anak homeschooling, afterschooling, dan unschooling untuk berkumpul dan belajar.
Bukannya konsep dasar dari home schooling itu melibatkan peran besar orang tua?
Tetap, peran orang tua di Sekolah Dolan itu tetap besar. Orang tua tidak sekadar mengantar anaknya untuk sekolah. Tapi sudah turut mendampingi bermain, mengusulkan kurikulum pembelajaran, sampai turut membantu aneka bentuk kegiatan anak didik. Jadi misalkan suatu saat orang tua merasa dirinya mampu untuk mendidik anaknya sendiri, mereka bisa melakukannya di rumah. Dan sebenarnya Sekolah Dolan juga menjadi bagian dari homeschooling.
Maksudnya?
Homeschooling itu ada tiga; homeschooling tunggal itu yang menempatkan orang tua sebagai pendidik utama di rumah. Ada homeschooling majemuk dimana beberapa orang tua berkumpul untuk saling medidik anak. Biasanya masing-masing orang tua memiliki kemampuan pada mata pelajaran tertentu. Terakhir ada homeschooling komunitas, ini yang metodenya dijalankan oleh Sekolah Dolan.
Lalu afterschooling dan unschooling itu seperti apa?
Bagi anak-anak yang sudah menempuh pendidikan formal, usai kegiatan pembelajaran mereka bisa menambah materi alternatif di Sekolah Dolan. Ini yang disebut sebagai afterschooling. Begitu juga bagi anak-anak yang tidak mau bersekolah di sekolah formal (unschooling), seperti anak jalanan, bisa di sini.
Bila dikaitkan dengan bentuk pendidikannya yang non formal, bagaimana metode belajar di Sekolah Dolan ini yang bisa mengakomodasi kebutuhan di sekolah formal?
Ya, tetap saja, kami tetap memberikan materi pembelajaran yang dibutuhkan anak-anak untuk menempuh pendidikan formal. Bedanya ada pada pendekatan cara belajar saja. Seperti tadi saya kemukakan, untuk anak seusia kelas 1, 2, dan 3 SD, metodenya lebih banyak pada bermain. Pada usia di atasnya, kami juga beri fokus pembelajaran pada materi yang diujikan dalam ujian nasional. (*)
Komunitas Sekolah Dolan
Sekolah Dolan merupakan komunitas serta wahana belajar dan berkumpul bagi anak-anak home schooling, after schooling, maupun unschooling. Komunitas ini sudah ada sejak 2007 oleh penggerak asosiasi home schooling dan pendidikan alternatif (asah pena). Setelah asah pena Malang diresmikan pada Maret, komunitas Sekolah Dolan terus berkembang. Terlebih dalam dunia maya, komunitas ini sudah dikenal luas.
Media pembelajaran pada Sekolah Dolan diadopsi dari kurikulum nasional dan internasioal yang relevan dengan perkembangan zaman, serta potensi masing-masing anak yang unik. Untuk mendukung hal ini, materi pembelajaran terus diperbarui dengan mencari materi baru di internet. Media ini juga menjadi fasilitas pendukung pembelajaran sekaligus melayani pertanyaan dan konsultasi jarak jauh.
Saat ini, komunitas Sekolah Dolan mendukung berbagai bentuk penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa S1, S2, dan S3, mulai dari Jakarta hingga Ambon. Selain itu Sekolah Dolan juga menjalin kerjasama dengan beberapa instansi seperti BPPLSP regional IV, PLS Kota Malang, Fakultas PLS Universitas Negeri Surabaya, SKB, dan PKBM Kota Malang.
Paling akhir, pada 2009 ini Sekolah Dolan terpilih menjadi contoh penerapan kurikulum inovatif tingkat nasional oleh Pusat Kurikulum (Puskur). Menurut Seto Mulyadi, komunitas Sekolah Dolan cocok untuk orang tua yang menghargai perkembangan potensi dan keunikan anak. Informasi tentang Sekolah Dolan, bisa dengan mengunjungi http://sekolahdolan.blip.tv, http://sekolahdolan.org, atau langsung ke camp di Perum Vila Bukit Tidar AA 209 Telepon (0341)559763. (*)
Label:
homeschooling di Malang
Subscribe to:
Posts (Atom)