Alhamdulillah.... kami masih diberi kepercayaan untuk bisa membantu beberapa anak-anak yang dikategorikan Slowlearner...
Anak ini sudah hapir 3 tahun disekolah formal (MI) namun dilihat dari hasil evaluasi belajarnya nilainya jauh dari ketuntasan...( karena di kisaran 20- 30 saja ) padahal ketuntasan belajarnya kisaran 65 - 75....
Pelajaran yang banyak di sekolah-sekolah formal / MI tentu menjadi hal yang sangat berat bagi si anak...
Saat dilakukan observasi... ternyata... banyak hal yang belum faham dan perlu
pendalaman lebih.... meski sudah kelas 3 sd namun materi untuk level dibawahnya banyak yang belum tuntas....
Tentunya pilihan untuk keluar dari sekolah formal dan masuk di jalur kesetaraan level sd yang hanya belajar di 5 mata pelajaran...saja moga-moga lebih meringankan dan bisa dilaluinya...
Dengan penanganan face to face dan kesepakatan kegiatan yang berkesinambungan dengan kegiatan yang ada di rumah beserta orang gtuanya... maka kami berharap si anak bisa segera mengejar ketertinggalannya.
Semoga pilihan ini bisa membantu...
Salam Dahsyat
February 2, 2011
January 30, 2011
Artikel slowlearner
slow learner
Slow-learner merupakan salah satu dari lima kesulitan belajar siswa. Lima kesulitan itu antara lain (Sudradjat, 2008).
1.Learning disorder atau kekacauan belajar, yaitu keadaan di mana proses belajar seseorang terganggu akibat munculnya respon yang bertentangan.
2.Learning disfunction, merupakan gejala di mana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa itu tidak mengalami subnormalitas mental.
3.Under-achiever, mengacu pada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang cenderung di atas normal, tetapi berprestasi belajar yang rendah.
4.Learning disabilities, yaitu ketidakmampuan belajar yang mengacu pada gejala di mana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar.
5.Slow-learner, adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama. Slow-learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang (Burton, dalam Sudrajat, 2008). Kecerdasan mereka memang di bawah rata-rata, tetapi mereka bukan anak yang tidak mampu, tetapi mereka butuh perjuangan yang keras untuk menguasai apa yang diminta di kelas reguler. Slow-learner adalah istilah yang sering digunakan bagi anak-anak dengan kemampuan rendah, dengan IQ antara 70 dan 85, ada juga yang mengatakan antara 80 dan 90, dan keadaan ini berlangsung dari tahun ke tahun. Anak-anak seperti ini mengisi 14,1 % populasi, lebih besar daripada kelompok anak dengan learning disabitilies, retardasi mental dan autis yang disatukan (www.audiblox2000.com/index.htm). Anak yang demikian akan mengalami hambatan belajar, sehingga prestasi belajarnya biasanya juga di bawah prestasi belajar anak-anak normal lainnya, yang sebaya dengannya.Mereka dapat menyelesaikan SMP, tetapi mengalami kesulitan di SMA. Slow-learner dapat diartikan anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tuna grahita (retardasi mental). Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tuna grahita, lebih lambat dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun nonakademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Slow-learner sulit untuk diidentifikasi karena mereka tidak berbeda dalam penampilan luar dan dapat berfungsi secara normal pada sebagian besar situasi. Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang memadai, dan memiliki akal sehat. Hal-hal normal inilah yang sering membingungkan para orangtua, mengapa anak mereka menjadi slow-learner. Yang perlu diluruskan adalah walaupun slow-learner memiliki kualitas-kualitas tersebut, mereka tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas sekolah sesuai dengan yang diperlukan karena keterbatasan IQ mereka. B.Ciri-ciri Slow-learner Dari data statistik, dalam suatu populasi, 14, 1 % di antaranya merupakan slow-learner. Bahkan di beberapa sekolah, proporsi anak slow-learner lebih besar daripada anak normal. Hal yang kritis di sini adalah anak slow-learner tidak mudah diidentifikasi. Guru dan orang tua sebaiknya tidak terburu-buru mengambil kesimpulan terhadap anak dengan prestasi belajar yang buruk. Mereka perlu mempertimbangkan banyak faktor yang menyebabkan hal itu. Agar memudahkan metode belajar bagi anak tersebut, maka informasi yang jelas dan lengkap sangat dibutuhkan . Ciri-ciri umum slow-learner adalah: hasil pengukuran IQ mereka 75 % sampai 90% dari rata-rata anak, kemampuan membaca mereka yang dikuasai di usia-usia yang lebih lambat daripada anak kebanyakan, dan kecepatan belajar mereka 4/5 sampai 9/10 kali kemampuan kecepatan normal. Mereka sulit berpikir abstrak dan rentang perhatian mereka singkat. Mereka bereaksi lebih lambat dari pada rata-rata anak, ekspresi diri mereka buruk sekali, dan harga diri mereka rendah.
Ciri-ciri slow learner
Anak slow-learner memiliki ciri-ciri berikut:
1.Berfungsinya kemampuan kognisi, hanya saja di bawah level normal.
2.Cenderung tidak matang dalam hubungan interpersonal.
3.Memiliki kesulitan dalam mengikuti petunjuk-petunjuk yang memiliki banyak langkah.
4.Hanya memperhatikan saat ini dan tidak memiliki tujuan-tujuan jangka panjang.
5.Hanya memiliki sedikit strategi internal, seperti kemampuan organisasional, kesulitan dalam belajar dan menggeneralisasikan informasi.
6.Nilai-nilai yang biasanya buruk dalam tes prestasi belajar.
7.Dapat bekerja dengan baik dalam hand-on materials, yaitu materi-materi yang telah dipersingkat dan diberikan pada anak, seperti kegiatan di laboratorium dan kegiatan manipulatif.
8.Memiliki self-image yang buruk.
9.Mengerjakan tugas-tugas dengan lambat.
10.Menguasai keterampilan dengan lambat, beberapa kemampuan bahkan sama sekali tidak dapat dikuasai.
11.Memiliki daya ingat yang memadai, tetapi mereka lambat mengingat.
Faktor yang Mempengaruhi Slow Learner
Slow-learner memiliki hubungan yang sangat erat dengan IQ, maka terdapat dua faktor yang mempengaruhinya:
1.Faktor Internal / Faktor Genetik / Hereditas
Inteligensii merupakan sesuatu yang diturunkan. Berdasarkan 111 penelitian yang diidentifikasi dalam suatu survey pustaka dunia tentang persamaan ineligensi dalam keluarga (Atkinson, dkk, 1983, h. 133), terdapat korelasi antara IQ orangtua dan anaknya. Semakin tinggi proporsi gen yang serupa pada dua anggota keluarga, semakin tinggi korelasi rata-rata IQ mereka. Hasil dari berbagai penelitian dirangkum dalam tabel berikut: Hubungan Korelasi Kembar satu zigot Diasuh bersama 0,82 Diasuh terpisah 0,72 Kembar dua zigot Diasuh bersama 0,60 Saudara kandung Diasuh bersama 0,47 Diasuh terpisah 0,24 Orangtua / anak 0,40 Orangtua angkat / anak 0,31 Saudara sepupu 0,15
2.Faktor Eksternal / Lingkungan
Meskipun faktor genetik memiliki pengaruh yang kuat, hasil pada tabel tersebut juga menunjukkan bahwa lingkungan juga merupakan faktor penting. Lingkungan benar-benar menimbulkan perbedaan inteligensi. Gen dapat dianggap sebagai penentu batas atas dan bawah inteligensi atau penentu rentang kemampuan intelektual, tetapi pengaruh lingkungan akan menentukan di mana letak IQ anak dalam rentang tersebut (Atkinson, dkk, 1983, h. 135). Kondisi lingkungan ini meliputi nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga, dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Nutrisi meliputi nutrisi selama anak dalam kandungan, pemberian ASI setelah kelahiran, dan pemenuhan gizi lewat makanan pada usia di mana anak mengalami pertumbuhan dn perkembangan yang pesat. Nutrisi penting sekali bagi perkembangan otak anak. Nutrisi erat kaitannya dengan kesehatan anak. Anak yang sehat perkembangannya akan lebih optimal. Kualitas stimulasi dapat dilakukan dengan memperkaya lingkungan anak, sehingga dapat meningkatkan inteligensi anak. Berdasarkan penelitian Ramey, dkk (Santrock, 2007, h. 148), masa pendidikan awal yang berkualitas tinggi (sampai usia lima tahun) secara signifikan akan meningkatkan inteligensi anak dari keluarga miskin. Berikut ini adalah efek lingkungan yang berbeda terhadap IQ, berdasarkan penelitian yang dilakukan Beyley bahwa status sosial-ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak (Atkinson, dkk, 1983, h. 137): Efek Lingkungan yang Berbeda terhadap IQ Berdasarkan kurva di atas dapat disimpulkan bahwa, individu dapat memiliki IQ sekitar 65 jika dibesarkan di lingkungan miskin, tetapi dapat memiliki IQ lebih dari 100 jika dibesarkan di lingkungan sedang atau kaya. Penelitian tersebut menjelaskan hubungan yang erat antara kondisi sosial-ekonomi keluarga dengan variabel lingkungan, seperti nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Kondisi keluarga mempengaruhi bagaimana keluarga mengasuh anak mereka. D.Slow-Learner dan Kemampuan Aktualisasi Diri Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para siswa seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar. Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Menghadapi masalah itu, ada kecenderungan tidak semua siswa mampu memecahkannya sendiri. Atas kenyataan itu, semestinya sekolah harus berperan turut membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa sesuai dengan 3 fungsi utama, yaitu
1) fungsi pengajaran, yakni membantu siswa dalam memperoleh kecakapan bidang pengetahuan dan keterampilan,
2) fungsi administrasi, dan
3) fungsi pelayanan siswa, yaitu memberikan bantuan khusus kepada siswa untuk memperoleh pemahaman diri, pengarahan diri dan integrasi sosial yang lebih baik, sehingga dapat menyesuaikan diri baik dengan dirinya maupun dengan lingkungannya.
Setiap fungsi pendidikan itu, pada dasarnya bertanggung jawab terhadap proses pendidikan pada umumnya. Termasuk seorang guru yang berdiri di depan kelas, bertanggung jawab terutama pada fungsi pelayanan siswa. Guru dapat membawa setiap siswa ke arah perkembangan individu seoptimal mungkin dalam hubungannya dengan kehidupan sosial serta tanggung jawab moral. Dalam proses belajar dan mengajar, kondisi slow-learner menjadi hambatan bagi anak untuk berprestasi di bidang akademik, tetapi tugas guru dan sekolah adalah membuat anak tetap dapat mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kemampuannya. Anak tetap dapat berkembang di bidang-bidang tertentu, bahkan lebih cerdas daripada anak normal pada bidang-bidang tersebut. Maka, slow-learner bukanlah suatu hambatan yang menentukan segala-galanya dalam kehidupan anak. Menurut Gardner (Santrock, 2007, h. 140), terdapat banyak tipe inteligensi spesifik dan dengan spesifikasi ini seorang anak dapat menggambarkan profesinya kelak, sebagai wujud aktualisasi dirinya:
1.Keahlian verbal; kemampuan untuk berpikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan makna (penulis, wartawan, pembicara).
2.Keahlian matematika; kemapuan untuk menyelesaikan operasi matematika (ilmuwan, insinyur, akuntan). 3.Keahlian spasial; kemampuan untuk berpikir tiga dimensi (arsitek, pelukis, pelaut). 4.Keahlian tubuh-kinestetik; kemampuan untuk memanipulasi objek dan cerdas dalam hal-hal fisik (ahli bedah, pengrajin, penari atlet). 5.Keahlian musik; sensitif terhadap nada, melodi, irama, dan suara (komposer, musisi, dan pendengar yang sensitif).
6.Keahlian intrapersonal; kemampuan untuk memahami diri sendiri dan menata kehidupan dirinya secara efektif (teolog, psikolog). 7.Keahlian interpersonal; kemampuan untuk memahami dan dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain (guru, penyuluh, konsultan).
8.Keahlian naturalis; kemampuan untuk mengamati pola-pola di alam dan memahami sistem alam dan sistem buatan manusia (petani, botani, ekolog). Tipe inteligensi spesifik inilah yang semestinya dikenali dengan baik oleh guru dari anak-anak slow-learner. Dengan mengetahui potensi diri, anak slow-learner dapat termotivasi untuk lebih mengembangkan diri di wilayah yang dapat mereka kuasai dan membantu mereka membangun konsep diri yang baik tentang dirinya sendiri.
METODE BELAJAR BAGI SLOW-LEARNER
A.Guru dan Slow-learner
Anak slow-learner mungkin merupakan cobaan berat bagi seorang guru. Keadaan anak yang memang tidak memungkinkan untuk memuaskan seorang guru lewat prestasi belajar, membuatnya perlu diperhatikan dan dibimbing dengan caranya sendiri. Tiga dari lima siswa yang dibimbing seorang guru bisa merupakan anak slow-learner, maka pengetahuan yang memadai mengenai bagaimana cara yang tepat untuk mengakomodasi mereka sangat diperlukan. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat membantu guru dalam menghadapi anak slow-learner:
1.Pahami bahwa anak membutuhkan lebih banyak pengulangan, 3 sampai 5 kali, untuk memahami suatu materi daripada anak lain dengan kemampuan rata-rata. Maka, dibutuhkan penguatan kembali melalui aktivitas praktek dan yang familiar, yang dapat membantu proses generalisasi.
2.Anak slow-learner yang tidak berprestasi dalam akademik dasar dapat memperoleh manfaat melalui kegiatan tutorial di sekolah atau privat. Tujuan tutorial bukanlah untuk menaikkan prestasinya, tetapi membantunya untuk optimis terhadap kemampuannya dan menghadapkannya pada harapan yang realistik dan dapat dicapainya. 3.Adalah masuk akal dan dapat dibenarkan untuk memberi mereka kelas yang lebih singkat dan tugas yang lebih sederhana. 4.Berusahalah untuk membantu anak membangun pemahaman dasar mengenai konsep baru daripada menuntut mereka menghafal materi dan fakta yang tidak berarti bagi mereka.
5.Gunakan demonstrasi dan petunjuk visual sebanyak mungkin. Jangan membingungkan mereka dengan terlalu banyak verbalisasi. Pendekatan multisensori juga dapat sangat membantu.
6.Jangan memaksa anak bersaing dengan anak dengan kemampuan yang lebih tinggi. Adakan sedikit persaingan dalam program akademik yang tidak akan menyebabkan sikap negatif dan pemberontakan terhadap proses belajar. Belajar dengan kerjasama dapat mengoptimalkan pembelajaran, baik bagi anak yang berprestasi atau tidak, ketika pemebelajaran tersebut mendukung interaksi sosial yang tepat dalam kelompok yang heterogen.
7.Konsep yang sederhana yang diberikan pada anak pada permulaan unit instruksial dapat membantu penguasaan materi selanjutnya. Maka, dibutuhkan beberapa modifikasi di kelas.
8.Anak sebaiknya diberi tugas, terutama dalam pelajaran sosial dan ilmu alam, yang terstruktur dan konkret. Proyek-proyek besar yang membutuhkan matangnya kemampuan organisasional dan kemampuan konseptual sebaiknya dikurangi, atau secara substansial dimodifikasi, disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam kerja kelompok, slow-learner dapat ditugaskan untuk bertanggung jawab pada bagian yang konkret, sedang anak lain dapat mengambil tanggung jawab pada komponen yang lebih abstrak.
9.Tekankan hal-hal setelah belajar, berikan insentif dan motivasi yang bervariasi.
10.Berikan banyak kesempatan bagi anak untuk bereksperimen dan mempraktikkan konsep baru dengan materi yang konkret atau situasi yang menstimulasi.
11.Pada awal setiap unit, kenalkan anak dengan materi-materi yang familiar.
12.Sederhanakan petunjuk dan yakin bahwa petunjuk itu dapat dimengerti.
13.Penting bagi guru untuk mengetahui gaya belajar masing-masing anak, ada yang mengandalkan kemampuan visual, auditori atau kinestetik. Pengetahuan ini memudahkan penerapan metode belajar yang tepat bagi mereka.
B.Penyelesaian Masalah bagi Slow-learner
1.Pemeliharaan sejak dini Bila faktor lingkungan merupakan penyebab utama yang mempengaruhi inteligensi, pencegahan awalnya mungkin dengan mengubah lingkungan masyarakat dan lingkungan belajarnya. Perawatan sejak dini juga akan bermanfaat untuk pencegahan. Dalam suatu penelitian, setiap anak tinggal di dalam kamar yang berbeda dan hidup bersama dengan orang dewasa. Mereka mendapat perawatan yang khusus serta cermat dari para perawat wanita yang berpendidikan rendah. Dari hasil tes IQ terlihat adanya kemajuan. Dari sini dapat disimpulkan perawatan dini dan pemeliharaan secara khusus dapat menolong mengurangi tingkat kelambanan belajar.
2.Pengembangan secara keseluruhan Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya sebagai upaya mengalihkan perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah membuat mereka kecewa dan apatis. Pengalaman dalam berbagai hal akan membuat anak mengembangkan kemampuannya, dan pengalaman yang sukses akan membangun konsep harga diri yang sehat.
3.Lembaga pendidikan, kelas atau kelompok belajar khusus Dalam hal pergaulan, mereka yang ada di lembaga pendidikan umum mungkin mengalami perasaan seperti diasingkan oleh teman-temannya, tetapi di sana mereka dapat memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada yang mengikuti pendidikan di lembaga khusus. Bagi anak yang lambat belajar, yang terpenting bukanlah di mana mereka disekolahkan, tetapi bagaimana mereka mendapatkan pengaturan lingkungan belajar yang ideal. Dalam sekolah umum dapat dibentuk kelas khusus bagi anak slow-learner. Anak slow-learner membutuhkan perhatian yang lebih intensive dalam proses belajar mereka. Dengan dibentuk kelas atau kelompok yang relatif kecil, pembelajaran akan fokus pada mereka dan penggunaan metode yang berbeda dengan siswa reguler dapat lebih leluasa.
4.Memberikan pelajaran tambahan Sekolah dapat mengatur atau menambah guru khusus untuk menolong kebutuhan belajar anak. Dapat juga dengan menyediakan program belajar melalui komputer. Dengan demikian, mereka dapat belajar tanpa tekanan dan memperoleh kemajuan yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri. 5.Latihan indra Kesulitan belajar bagi anak yang lamban berhubungan erat dengan intelektualitasnya. Jadi, penting juga untuk memberikan beberapa teknik latihan indra kepada mereka. Anak memiliki gaya belajarnya masing-masing, seperti visual, auditori atau kinestetik. Dengan mengasah kemampuan indera yang dominan pada mereka akan mempermudah proses pemahaman dalam belajar mereka. 6.Prinsip belajar Semua usaha yang melatih anak untuk meningkatkan daya belajarnya, sebaiknya memerhatikan prinsip dan keterampilan belajar:
a.Usahakan agar anak lebih banyak mengalami sukacita karena keberhasilannya. Hindarkan kegagalan yang berulang-ulang.
b.Dorong anak untuk mencari tahu jawaban yang benar atau salah dengan usahanya sendiri. Dengan demikian, anak dapat dipacu semangatnya untuk belajar.
c.Beri dukungan moral atas setiap perubahan sikap anak agar mereka puas. Suatu waktu, berilah hadiah kepada anak.
d.Perhatikan taraf kemajuan belajar anak, jangan sampai kurang tantangan dan terlalu banyak mengalami kegagalan.
e.Lakukan latihan secara sistematis dan bertahap sehingga mencapai kemajuan belajar.
f.Boleh memberikan pengalaman berulang yang cukup, tetapi jangan diberikan dalam jangka pendek.
g.Jangan merencanakan pelajaran yang terlampau banyak bagi murid. h.Gunakan teknik bahasa yang melibatkan lebih banyak penggunaan indra.
i.Lingkungan belajar yang sederhana akan mengurangi rangsangan yang tidak diinginkan. Aturlah tempat duduk sedemikian rupa agar mereka tidak merasa terganggu.
7.Dukungan orangtua Dorongan dan bantuan orangtua erat hubungannya dengan hasil belajar anak yang lamban. Bila dalam mengulangi apa yang dipelajari di sekolah, orangtua bekerja sama dengan guru dalam memberikan metode dan pengarahan yang sama, tentu akan diperoleh hasil yang lebih baik. Bila memungkinkan, orangtua dapat meminta izin untuk mengamati proses belajar mengajar di sekolah.
Slow-learner merupakan salah satu dari lima kesulitan belajar siswa. Lima kesulitan itu antara lain (Sudradjat, 2008).
1.Learning disorder atau kekacauan belajar, yaitu keadaan di mana proses belajar seseorang terganggu akibat munculnya respon yang bertentangan.
2.Learning disfunction, merupakan gejala di mana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa itu tidak mengalami subnormalitas mental.
3.Under-achiever, mengacu pada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang cenderung di atas normal, tetapi berprestasi belajar yang rendah.
4.Learning disabilities, yaitu ketidakmampuan belajar yang mengacu pada gejala di mana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar.
5.Slow-learner, adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama. Slow-learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang (Burton, dalam Sudrajat, 2008). Kecerdasan mereka memang di bawah rata-rata, tetapi mereka bukan anak yang tidak mampu, tetapi mereka butuh perjuangan yang keras untuk menguasai apa yang diminta di kelas reguler. Slow-learner adalah istilah yang sering digunakan bagi anak-anak dengan kemampuan rendah, dengan IQ antara 70 dan 85, ada juga yang mengatakan antara 80 dan 90, dan keadaan ini berlangsung dari tahun ke tahun. Anak-anak seperti ini mengisi 14,1 % populasi, lebih besar daripada kelompok anak dengan learning disabitilies, retardasi mental dan autis yang disatukan (www.audiblox2000.com/index.htm). Anak yang demikian akan mengalami hambatan belajar, sehingga prestasi belajarnya biasanya juga di bawah prestasi belajar anak-anak normal lainnya, yang sebaya dengannya.Mereka dapat menyelesaikan SMP, tetapi mengalami kesulitan di SMA. Slow-learner dapat diartikan anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tuna grahita (retardasi mental). Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tuna grahita, lebih lambat dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun nonakademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Slow-learner sulit untuk diidentifikasi karena mereka tidak berbeda dalam penampilan luar dan dapat berfungsi secara normal pada sebagian besar situasi. Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang memadai, dan memiliki akal sehat. Hal-hal normal inilah yang sering membingungkan para orangtua, mengapa anak mereka menjadi slow-learner. Yang perlu diluruskan adalah walaupun slow-learner memiliki kualitas-kualitas tersebut, mereka tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas sekolah sesuai dengan yang diperlukan karena keterbatasan IQ mereka. B.Ciri-ciri Slow-learner Dari data statistik, dalam suatu populasi, 14, 1 % di antaranya merupakan slow-learner. Bahkan di beberapa sekolah, proporsi anak slow-learner lebih besar daripada anak normal. Hal yang kritis di sini adalah anak slow-learner tidak mudah diidentifikasi. Guru dan orang tua sebaiknya tidak terburu-buru mengambil kesimpulan terhadap anak dengan prestasi belajar yang buruk. Mereka perlu mempertimbangkan banyak faktor yang menyebabkan hal itu. Agar memudahkan metode belajar bagi anak tersebut, maka informasi yang jelas dan lengkap sangat dibutuhkan . Ciri-ciri umum slow-learner adalah: hasil pengukuran IQ mereka 75 % sampai 90% dari rata-rata anak, kemampuan membaca mereka yang dikuasai di usia-usia yang lebih lambat daripada anak kebanyakan, dan kecepatan belajar mereka 4/5 sampai 9/10 kali kemampuan kecepatan normal. Mereka sulit berpikir abstrak dan rentang perhatian mereka singkat. Mereka bereaksi lebih lambat dari pada rata-rata anak, ekspresi diri mereka buruk sekali, dan harga diri mereka rendah.
Ciri-ciri slow learner
Anak slow-learner memiliki ciri-ciri berikut:
1.Berfungsinya kemampuan kognisi, hanya saja di bawah level normal.
2.Cenderung tidak matang dalam hubungan interpersonal.
3.Memiliki kesulitan dalam mengikuti petunjuk-petunjuk yang memiliki banyak langkah.
4.Hanya memperhatikan saat ini dan tidak memiliki tujuan-tujuan jangka panjang.
5.Hanya memiliki sedikit strategi internal, seperti kemampuan organisasional, kesulitan dalam belajar dan menggeneralisasikan informasi.
6.Nilai-nilai yang biasanya buruk dalam tes prestasi belajar.
7.Dapat bekerja dengan baik dalam hand-on materials, yaitu materi-materi yang telah dipersingkat dan diberikan pada anak, seperti kegiatan di laboratorium dan kegiatan manipulatif.
8.Memiliki self-image yang buruk.
9.Mengerjakan tugas-tugas dengan lambat.
10.Menguasai keterampilan dengan lambat, beberapa kemampuan bahkan sama sekali tidak dapat dikuasai.
11.Memiliki daya ingat yang memadai, tetapi mereka lambat mengingat.
Faktor yang Mempengaruhi Slow Learner
Slow-learner memiliki hubungan yang sangat erat dengan IQ, maka terdapat dua faktor yang mempengaruhinya:
1.Faktor Internal / Faktor Genetik / Hereditas
Inteligensii merupakan sesuatu yang diturunkan. Berdasarkan 111 penelitian yang diidentifikasi dalam suatu survey pustaka dunia tentang persamaan ineligensi dalam keluarga (Atkinson, dkk, 1983, h. 133), terdapat korelasi antara IQ orangtua dan anaknya. Semakin tinggi proporsi gen yang serupa pada dua anggota keluarga, semakin tinggi korelasi rata-rata IQ mereka. Hasil dari berbagai penelitian dirangkum dalam tabel berikut: Hubungan Korelasi Kembar satu zigot Diasuh bersama 0,82 Diasuh terpisah 0,72 Kembar dua zigot Diasuh bersama 0,60 Saudara kandung Diasuh bersama 0,47 Diasuh terpisah 0,24 Orangtua / anak 0,40 Orangtua angkat / anak 0,31 Saudara sepupu 0,15
2.Faktor Eksternal / Lingkungan
Meskipun faktor genetik memiliki pengaruh yang kuat, hasil pada tabel tersebut juga menunjukkan bahwa lingkungan juga merupakan faktor penting. Lingkungan benar-benar menimbulkan perbedaan inteligensi. Gen dapat dianggap sebagai penentu batas atas dan bawah inteligensi atau penentu rentang kemampuan intelektual, tetapi pengaruh lingkungan akan menentukan di mana letak IQ anak dalam rentang tersebut (Atkinson, dkk, 1983, h. 135). Kondisi lingkungan ini meliputi nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga, dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Nutrisi meliputi nutrisi selama anak dalam kandungan, pemberian ASI setelah kelahiran, dan pemenuhan gizi lewat makanan pada usia di mana anak mengalami pertumbuhan dn perkembangan yang pesat. Nutrisi penting sekali bagi perkembangan otak anak. Nutrisi erat kaitannya dengan kesehatan anak. Anak yang sehat perkembangannya akan lebih optimal. Kualitas stimulasi dapat dilakukan dengan memperkaya lingkungan anak, sehingga dapat meningkatkan inteligensi anak. Berdasarkan penelitian Ramey, dkk (Santrock, 2007, h. 148), masa pendidikan awal yang berkualitas tinggi (sampai usia lima tahun) secara signifikan akan meningkatkan inteligensi anak dari keluarga miskin. Berikut ini adalah efek lingkungan yang berbeda terhadap IQ, berdasarkan penelitian yang dilakukan Beyley bahwa status sosial-ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak (Atkinson, dkk, 1983, h. 137): Efek Lingkungan yang Berbeda terhadap IQ Berdasarkan kurva di atas dapat disimpulkan bahwa, individu dapat memiliki IQ sekitar 65 jika dibesarkan di lingkungan miskin, tetapi dapat memiliki IQ lebih dari 100 jika dibesarkan di lingkungan sedang atau kaya. Penelitian tersebut menjelaskan hubungan yang erat antara kondisi sosial-ekonomi keluarga dengan variabel lingkungan, seperti nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Kondisi keluarga mempengaruhi bagaimana keluarga mengasuh anak mereka. D.Slow-Learner dan Kemampuan Aktualisasi Diri Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para siswa seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar. Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Menghadapi masalah itu, ada kecenderungan tidak semua siswa mampu memecahkannya sendiri. Atas kenyataan itu, semestinya sekolah harus berperan turut membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa sesuai dengan 3 fungsi utama, yaitu
1) fungsi pengajaran, yakni membantu siswa dalam memperoleh kecakapan bidang pengetahuan dan keterampilan,
2) fungsi administrasi, dan
3) fungsi pelayanan siswa, yaitu memberikan bantuan khusus kepada siswa untuk memperoleh pemahaman diri, pengarahan diri dan integrasi sosial yang lebih baik, sehingga dapat menyesuaikan diri baik dengan dirinya maupun dengan lingkungannya.
Setiap fungsi pendidikan itu, pada dasarnya bertanggung jawab terhadap proses pendidikan pada umumnya. Termasuk seorang guru yang berdiri di depan kelas, bertanggung jawab terutama pada fungsi pelayanan siswa. Guru dapat membawa setiap siswa ke arah perkembangan individu seoptimal mungkin dalam hubungannya dengan kehidupan sosial serta tanggung jawab moral. Dalam proses belajar dan mengajar, kondisi slow-learner menjadi hambatan bagi anak untuk berprestasi di bidang akademik, tetapi tugas guru dan sekolah adalah membuat anak tetap dapat mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kemampuannya. Anak tetap dapat berkembang di bidang-bidang tertentu, bahkan lebih cerdas daripada anak normal pada bidang-bidang tersebut. Maka, slow-learner bukanlah suatu hambatan yang menentukan segala-galanya dalam kehidupan anak. Menurut Gardner (Santrock, 2007, h. 140), terdapat banyak tipe inteligensi spesifik dan dengan spesifikasi ini seorang anak dapat menggambarkan profesinya kelak, sebagai wujud aktualisasi dirinya:
1.Keahlian verbal; kemampuan untuk berpikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan makna (penulis, wartawan, pembicara).
2.Keahlian matematika; kemapuan untuk menyelesaikan operasi matematika (ilmuwan, insinyur, akuntan). 3.Keahlian spasial; kemampuan untuk berpikir tiga dimensi (arsitek, pelukis, pelaut). 4.Keahlian tubuh-kinestetik; kemampuan untuk memanipulasi objek dan cerdas dalam hal-hal fisik (ahli bedah, pengrajin, penari atlet). 5.Keahlian musik; sensitif terhadap nada, melodi, irama, dan suara (komposer, musisi, dan pendengar yang sensitif).
6.Keahlian intrapersonal; kemampuan untuk memahami diri sendiri dan menata kehidupan dirinya secara efektif (teolog, psikolog). 7.Keahlian interpersonal; kemampuan untuk memahami dan dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain (guru, penyuluh, konsultan).
8.Keahlian naturalis; kemampuan untuk mengamati pola-pola di alam dan memahami sistem alam dan sistem buatan manusia (petani, botani, ekolog). Tipe inteligensi spesifik inilah yang semestinya dikenali dengan baik oleh guru dari anak-anak slow-learner. Dengan mengetahui potensi diri, anak slow-learner dapat termotivasi untuk lebih mengembangkan diri di wilayah yang dapat mereka kuasai dan membantu mereka membangun konsep diri yang baik tentang dirinya sendiri.
METODE BELAJAR BAGI SLOW-LEARNER
A.Guru dan Slow-learner
Anak slow-learner mungkin merupakan cobaan berat bagi seorang guru. Keadaan anak yang memang tidak memungkinkan untuk memuaskan seorang guru lewat prestasi belajar, membuatnya perlu diperhatikan dan dibimbing dengan caranya sendiri. Tiga dari lima siswa yang dibimbing seorang guru bisa merupakan anak slow-learner, maka pengetahuan yang memadai mengenai bagaimana cara yang tepat untuk mengakomodasi mereka sangat diperlukan. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat membantu guru dalam menghadapi anak slow-learner:
1.Pahami bahwa anak membutuhkan lebih banyak pengulangan, 3 sampai 5 kali, untuk memahami suatu materi daripada anak lain dengan kemampuan rata-rata. Maka, dibutuhkan penguatan kembali melalui aktivitas praktek dan yang familiar, yang dapat membantu proses generalisasi.
2.Anak slow-learner yang tidak berprestasi dalam akademik dasar dapat memperoleh manfaat melalui kegiatan tutorial di sekolah atau privat. Tujuan tutorial bukanlah untuk menaikkan prestasinya, tetapi membantunya untuk optimis terhadap kemampuannya dan menghadapkannya pada harapan yang realistik dan dapat dicapainya. 3.Adalah masuk akal dan dapat dibenarkan untuk memberi mereka kelas yang lebih singkat dan tugas yang lebih sederhana. 4.Berusahalah untuk membantu anak membangun pemahaman dasar mengenai konsep baru daripada menuntut mereka menghafal materi dan fakta yang tidak berarti bagi mereka.
5.Gunakan demonstrasi dan petunjuk visual sebanyak mungkin. Jangan membingungkan mereka dengan terlalu banyak verbalisasi. Pendekatan multisensori juga dapat sangat membantu.
6.Jangan memaksa anak bersaing dengan anak dengan kemampuan yang lebih tinggi. Adakan sedikit persaingan dalam program akademik yang tidak akan menyebabkan sikap negatif dan pemberontakan terhadap proses belajar. Belajar dengan kerjasama dapat mengoptimalkan pembelajaran, baik bagi anak yang berprestasi atau tidak, ketika pemebelajaran tersebut mendukung interaksi sosial yang tepat dalam kelompok yang heterogen.
7.Konsep yang sederhana yang diberikan pada anak pada permulaan unit instruksial dapat membantu penguasaan materi selanjutnya. Maka, dibutuhkan beberapa modifikasi di kelas.
8.Anak sebaiknya diberi tugas, terutama dalam pelajaran sosial dan ilmu alam, yang terstruktur dan konkret. Proyek-proyek besar yang membutuhkan matangnya kemampuan organisasional dan kemampuan konseptual sebaiknya dikurangi, atau secara substansial dimodifikasi, disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam kerja kelompok, slow-learner dapat ditugaskan untuk bertanggung jawab pada bagian yang konkret, sedang anak lain dapat mengambil tanggung jawab pada komponen yang lebih abstrak.
9.Tekankan hal-hal setelah belajar, berikan insentif dan motivasi yang bervariasi.
10.Berikan banyak kesempatan bagi anak untuk bereksperimen dan mempraktikkan konsep baru dengan materi yang konkret atau situasi yang menstimulasi.
11.Pada awal setiap unit, kenalkan anak dengan materi-materi yang familiar.
12.Sederhanakan petunjuk dan yakin bahwa petunjuk itu dapat dimengerti.
13.Penting bagi guru untuk mengetahui gaya belajar masing-masing anak, ada yang mengandalkan kemampuan visual, auditori atau kinestetik. Pengetahuan ini memudahkan penerapan metode belajar yang tepat bagi mereka.
B.Penyelesaian Masalah bagi Slow-learner
1.Pemeliharaan sejak dini Bila faktor lingkungan merupakan penyebab utama yang mempengaruhi inteligensi, pencegahan awalnya mungkin dengan mengubah lingkungan masyarakat dan lingkungan belajarnya. Perawatan sejak dini juga akan bermanfaat untuk pencegahan. Dalam suatu penelitian, setiap anak tinggal di dalam kamar yang berbeda dan hidup bersama dengan orang dewasa. Mereka mendapat perawatan yang khusus serta cermat dari para perawat wanita yang berpendidikan rendah. Dari hasil tes IQ terlihat adanya kemajuan. Dari sini dapat disimpulkan perawatan dini dan pemeliharaan secara khusus dapat menolong mengurangi tingkat kelambanan belajar.
2.Pengembangan secara keseluruhan Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya sebagai upaya mengalihkan perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah membuat mereka kecewa dan apatis. Pengalaman dalam berbagai hal akan membuat anak mengembangkan kemampuannya, dan pengalaman yang sukses akan membangun konsep harga diri yang sehat.
3.Lembaga pendidikan, kelas atau kelompok belajar khusus Dalam hal pergaulan, mereka yang ada di lembaga pendidikan umum mungkin mengalami perasaan seperti diasingkan oleh teman-temannya, tetapi di sana mereka dapat memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada yang mengikuti pendidikan di lembaga khusus. Bagi anak yang lambat belajar, yang terpenting bukanlah di mana mereka disekolahkan, tetapi bagaimana mereka mendapatkan pengaturan lingkungan belajar yang ideal. Dalam sekolah umum dapat dibentuk kelas khusus bagi anak slow-learner. Anak slow-learner membutuhkan perhatian yang lebih intensive dalam proses belajar mereka. Dengan dibentuk kelas atau kelompok yang relatif kecil, pembelajaran akan fokus pada mereka dan penggunaan metode yang berbeda dengan siswa reguler dapat lebih leluasa.
4.Memberikan pelajaran tambahan Sekolah dapat mengatur atau menambah guru khusus untuk menolong kebutuhan belajar anak. Dapat juga dengan menyediakan program belajar melalui komputer. Dengan demikian, mereka dapat belajar tanpa tekanan dan memperoleh kemajuan yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri. 5.Latihan indra Kesulitan belajar bagi anak yang lamban berhubungan erat dengan intelektualitasnya. Jadi, penting juga untuk memberikan beberapa teknik latihan indra kepada mereka. Anak memiliki gaya belajarnya masing-masing, seperti visual, auditori atau kinestetik. Dengan mengasah kemampuan indera yang dominan pada mereka akan mempermudah proses pemahaman dalam belajar mereka. 6.Prinsip belajar Semua usaha yang melatih anak untuk meningkatkan daya belajarnya, sebaiknya memerhatikan prinsip dan keterampilan belajar:
a.Usahakan agar anak lebih banyak mengalami sukacita karena keberhasilannya. Hindarkan kegagalan yang berulang-ulang.
b.Dorong anak untuk mencari tahu jawaban yang benar atau salah dengan usahanya sendiri. Dengan demikian, anak dapat dipacu semangatnya untuk belajar.
c.Beri dukungan moral atas setiap perubahan sikap anak agar mereka puas. Suatu waktu, berilah hadiah kepada anak.
d.Perhatikan taraf kemajuan belajar anak, jangan sampai kurang tantangan dan terlalu banyak mengalami kegagalan.
e.Lakukan latihan secara sistematis dan bertahap sehingga mencapai kemajuan belajar.
f.Boleh memberikan pengalaman berulang yang cukup, tetapi jangan diberikan dalam jangka pendek.
g.Jangan merencanakan pelajaran yang terlampau banyak bagi murid. h.Gunakan teknik bahasa yang melibatkan lebih banyak penggunaan indra.
i.Lingkungan belajar yang sederhana akan mengurangi rangsangan yang tidak diinginkan. Aturlah tempat duduk sedemikian rupa agar mereka tidak merasa terganggu.
7.Dukungan orangtua Dorongan dan bantuan orangtua erat hubungannya dengan hasil belajar anak yang lamban. Bila dalam mengulangi apa yang dipelajari di sekolah, orangtua bekerja sama dengan guru dalam memberikan metode dan pengarahan yang sama, tentu akan diperoleh hasil yang lebih baik. Bila memungkinkan, orangtua dapat meminta izin untuk mengamati proses belajar mengajar di sekolah.
Artikel slowlearner
slow learner
Slow-learner merupakan salah satu dari lima kesulitan belajar siswa. Lima kesulitan itu antara lain (Sudradjat, 2008).
1.Learning disorder atau kekacauan belajar, yaitu keadaan di mana proses belajar seseorang terganggu akibat munculnya respon yang bertentangan.
2.Learning disfunction, merupakan gejala di mana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa itu tidak mengalami subnormalitas mental.
3.Under-achiever, mengacu pada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang cenderung di atas normal, tetapi berprestasi belajar yang rendah.
4.Learning disabilities, yaitu ketidakmampuan belajar yang mengacu pada gejala di mana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar.
5.Slow-learner, adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama. Slow-learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang (Burton, dalam Sudrajat, 2008). Kecerdasan mereka memang di bawah rata-rata, tetapi mereka bukan anak yang tidak mampu, tetapi mereka butuh perjuangan yang keras untuk menguasai apa yang diminta di kelas reguler. Slow-learner adalah istilah yang sering digunakan bagi anak-anak dengan kemampuan rendah, dengan IQ antara 70 dan 85, ada juga yang mengatakan antara 80 dan 90, dan keadaan ini berlangsung dari tahun ke tahun. Anak-anak seperti ini mengisi 14,1 % populasi, lebih besar daripada kelompok anak dengan learning disabitilies, retardasi mental dan autis yang disatukan (www.audiblox2000.com/index.htm). Anak yang demikian akan mengalami hambatan belajar, sehingga prestasi belajarnya biasanya juga di bawah prestasi belajar anak-anak normal lainnya, yang sebaya dengannya.Mereka dapat menyelesaikan SMP, tetapi mengalami kesulitan di SMA. Slow-learner dapat diartikan anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tuna grahita (retardasi mental). Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tuna grahita, lebih lambat dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun nonakademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Slow-learner sulit untuk diidentifikasi karena mereka tidak berbeda dalam penampilan luar dan dapat berfungsi secara normal pada sebagian besar situasi. Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang memadai, dan memiliki akal sehat. Hal-hal normal inilah yang sering membingungkan para orangtua, mengapa anak mereka menjadi slow-learner. Yang perlu diluruskan adalah walaupun slow-learner memiliki kualitas-kualitas tersebut, mereka tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas sekolah sesuai dengan yang diperlukan karena keterbatasan IQ mereka. B.Ciri-ciri Slow-learner Dari data statistik, dalam suatu populasi, 14, 1 % di antaranya merupakan slow-learner. Bahkan di beberapa sekolah, proporsi anak slow-learner lebih besar daripada anak normal. Hal yang kritis di sini adalah anak slow-learner tidak mudah diidentifikasi. Guru dan orang tua sebaiknya tidak terburu-buru mengambil kesimpulan terhadap anak dengan prestasi belajar yang buruk. Mereka perlu mempertimbangkan banyak faktor yang menyebabkan hal itu. Agar memudahkan metode belajar bagi anak tersebut, maka informasi yang jelas dan lengkap sangat dibutuhkan . Ciri-ciri umum slow-learner adalah: hasil pengukuran IQ mereka 75 % sampai 90% dari rata-rata anak, kemampuan membaca mereka yang dikuasai di usia-usia yang lebih lambat daripada anak kebanyakan, dan kecepatan belajar mereka 4/5 sampai 9/10 kali kemampuan kecepatan normal. Mereka sulit berpikir abstrak dan rentang perhatian mereka singkat. Mereka bereaksi lebih lambat dari pada rata-rata anak, ekspresi diri mereka buruk sekali, dan harga diri mereka rendah.
Ciri-ciri slow learner
Anak slow-learner memiliki ciri-ciri berikut:
1.Berfungsinya kemampuan kognisi, hanya saja di bawah level normal.
2.Cenderung tidak matang dalam hubungan interpersonal.
3.Memiliki kesulitan dalam mengikuti petunjuk-petunjuk yang memiliki banyak langkah.
4.Hanya memperhatikan saat ini dan tidak memiliki tujuan-tujuan jangka panjang.
5.Hanya memiliki sedikit strategi internal, seperti kemampuan organisasional, kesulitan dalam belajar dan menggeneralisasikan informasi.
6.Nilai-nilai yang biasanya buruk dalam tes prestasi belajar.
7.Dapat bekerja dengan baik dalam hand-on materials, yaitu materi-materi yang telah dipersingkat dan diberikan pada anak, seperti kegiatan di laboratorium dan kegiatan manipulatif.
8.Memiliki self-image yang buruk.
9.Mengerjakan tugas-tugas dengan lambat.
10.Menguasai keterampilan dengan lambat, beberapa kemampuan bahkan sama sekali tidak dapat dikuasai.
11.Memiliki daya ingat yang memadai, tetapi mereka lambat mengingat.
Faktor yang Mempengaruhi Slow Learner
Slow-learner memiliki hubungan yang sangat erat dengan IQ, maka terdapat dua faktor yang mempengaruhinya:
1.Faktor Internal / Faktor Genetik / Hereditas
Inteligensii merupakan sesuatu yang diturunkan. Berdasarkan 111 penelitian yang diidentifikasi dalam suatu survey pustaka dunia tentang persamaan ineligensi dalam keluarga (Atkinson, dkk, 1983, h. 133), terdapat korelasi antara IQ orangtua dan anaknya. Semakin tinggi proporsi gen yang serupa pada dua anggota keluarga, semakin tinggi korelasi rata-rata IQ mereka. Hasil dari berbagai penelitian dirangkum dalam tabel berikut: Hubungan Korelasi Kembar satu zigot Diasuh bersama 0,82 Diasuh terpisah 0,72 Kembar dua zigot Diasuh bersama 0,60 Saudara kandung Diasuh bersama 0,47 Diasuh terpisah 0,24 Orangtua / anak 0,40 Orangtua angkat / anak 0,31 Saudara sepupu 0,15
2.Faktor Eksternal / Lingkungan
Meskipun faktor genetik memiliki pengaruh yang kuat, hasil pada tabel tersebut juga menunjukkan bahwa lingkungan juga merupakan faktor penting. Lingkungan benar-benar menimbulkan perbedaan inteligensi. Gen dapat dianggap sebagai penentu batas atas dan bawah inteligensi atau penentu rentang kemampuan intelektual, tetapi pengaruh lingkungan akan menentukan di mana letak IQ anak dalam rentang tersebut (Atkinson, dkk, 1983, h. 135). Kondisi lingkungan ini meliputi nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga, dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Nutrisi meliputi nutrisi selama anak dalam kandungan, pemberian ASI setelah kelahiran, dan pemenuhan gizi lewat makanan pada usia di mana anak mengalami pertumbuhan dn perkembangan yang pesat. Nutrisi penting sekali bagi perkembangan otak anak. Nutrisi erat kaitannya dengan kesehatan anak. Anak yang sehat perkembangannya akan lebih optimal. Kualitas stimulasi dapat dilakukan dengan memperkaya lingkungan anak, sehingga dapat meningkatkan inteligensi anak. Berdasarkan penelitian Ramey, dkk (Santrock, 2007, h. 148), masa pendidikan awal yang berkualitas tinggi (sampai usia lima tahun) secara signifikan akan meningkatkan inteligensi anak dari keluarga miskin. Berikut ini adalah efek lingkungan yang berbeda terhadap IQ, berdasarkan penelitian yang dilakukan Beyley bahwa status sosial-ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak (Atkinson, dkk, 1983, h. 137): Efek Lingkungan yang Berbeda terhadap IQ Berdasarkan kurva di atas dapat disimpulkan bahwa, individu dapat memiliki IQ sekitar 65 jika dibesarkan di lingkungan miskin, tetapi dapat memiliki IQ lebih dari 100 jika dibesarkan di lingkungan sedang atau kaya. Penelitian tersebut menjelaskan hubungan yang erat antara kondisi sosial-ekonomi keluarga dengan variabel lingkungan, seperti nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Kondisi keluarga mempengaruhi bagaimana keluarga mengasuh anak mereka. D.Slow-Learner dan Kemampuan Aktualisasi Diri Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para siswa seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar. Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Menghadapi masalah itu, ada kecenderungan tidak semua siswa mampu memecahkannya sendiri. Atas kenyataan itu, semestinya sekolah harus berperan turut membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa sesuai dengan 3 fungsi utama, yaitu
1) fungsi pengajaran, yakni membantu siswa dalam memperoleh kecakapan bidang pengetahuan dan keterampilan,
2) fungsi administrasi, dan
3) fungsi pelayanan siswa, yaitu memberikan bantuan khusus kepada siswa untuk memperoleh pemahaman diri, pengarahan diri dan integrasi sosial yang lebih baik, sehingga dapat menyesuaikan diri baik dengan dirinya maupun dengan lingkungannya.
Setiap fungsi pendidikan itu, pada dasarnya bertanggung jawab terhadap proses pendidikan pada umumnya. Termasuk seorang guru yang berdiri di depan kelas, bertanggung jawab terutama pada fungsi pelayanan siswa. Guru dapat membawa setiap siswa ke arah perkembangan individu seoptimal mungkin dalam hubungannya dengan kehidupan sosial serta tanggung jawab moral. Dalam proses belajar dan mengajar, kondisi slow-learner menjadi hambatan bagi anak untuk berprestasi di bidang akademik, tetapi tugas guru dan sekolah adalah membuat anak tetap dapat mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kemampuannya. Anak tetap dapat berkembang di bidang-bidang tertentu, bahkan lebih cerdas daripada anak normal pada bidang-bidang tersebut. Maka, slow-learner bukanlah suatu hambatan yang menentukan segala-galanya dalam kehidupan anak. Menurut Gardner (Santrock, 2007, h. 140), terdapat banyak tipe inteligensi spesifik dan dengan spesifikasi ini seorang anak dapat menggambarkan profesinya kelak, sebagai wujud aktualisasi dirinya:
1.Keahlian verbal; kemampuan untuk berpikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan makna (penulis, wartawan, pembicara).
2.Keahlian matematika; kemapuan untuk menyelesaikan operasi matematika (ilmuwan, insinyur, akuntan). 3.Keahlian spasial; kemampuan untuk berpikir tiga dimensi (arsitek, pelukis, pelaut). 4.Keahlian tubuh-kinestetik; kemampuan untuk memanipulasi objek dan cerdas dalam hal-hal fisik (ahli bedah, pengrajin, penari atlet). 5.Keahlian musik; sensitif terhadap nada, melodi, irama, dan suara (komposer, musisi, dan pendengar yang sensitif).
6.Keahlian intrapersonal; kemampuan untuk memahami diri sendiri dan menata kehidupan dirinya secara efektif (teolog, psikolog). 7.Keahlian interpersonal; kemampuan untuk memahami dan dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain (guru, penyuluh, konsultan).
8.Keahlian naturalis; kemampuan untuk mengamati pola-pola di alam dan memahami sistem alam dan sistem buatan manusia (petani, botani, ekolog). Tipe inteligensi spesifik inilah yang semestinya dikenali dengan baik oleh guru dari anak-anak slow-learner. Dengan mengetahui potensi diri, anak slow-learner dapat termotivasi untuk lebih mengembangkan diri di wilayah yang dapat mereka kuasai dan membantu mereka membangun konsep diri yang baik tentang dirinya sendiri.
METODE BELAJAR BAGI SLOW-LEARNER
A.Guru dan Slow-learner
Anak slow-learner mungkin merupakan cobaan berat bagi seorang guru. Keadaan anak yang memang tidak memungkinkan untuk memuaskan seorang guru lewat prestasi belajar, membuatnya perlu diperhatikan dan dibimbing dengan caranya sendiri. Tiga dari lima siswa yang dibimbing seorang guru bisa merupakan anak slow-learner, maka pengetahuan yang memadai mengenai bagaimana cara yang tepat untuk mengakomodasi mereka sangat diperlukan. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat membantu guru dalam menghadapi anak slow-learner:
1.Pahami bahwa anak membutuhkan lebih banyak pengulangan, 3 sampai 5 kali, untuk memahami suatu materi daripada anak lain dengan kemampuan rata-rata. Maka, dibutuhkan penguatan kembali melalui aktivitas praktek dan yang familiar, yang dapat membantu proses generalisasi.
2.Anak slow-learner yang tidak berprestasi dalam akademik dasar dapat memperoleh manfaat melalui kegiatan tutorial di sekolah atau privat. Tujuan tutorial bukanlah untuk menaikkan prestasinya, tetapi membantunya untuk optimis terhadap kemampuannya dan menghadapkannya pada harapan yang realistik dan dapat dicapainya. 3.Adalah masuk akal dan dapat dibenarkan untuk memberi mereka kelas yang lebih singkat dan tugas yang lebih sederhana. 4.Berusahalah untuk membantu anak membangun pemahaman dasar mengenai konsep baru daripada menuntut mereka menghafal materi dan fakta yang tidak berarti bagi mereka.
5.Gunakan demonstrasi dan petunjuk visual sebanyak mungkin. Jangan membingungkan mereka dengan terlalu banyak verbalisasi. Pendekatan multisensori juga dapat sangat membantu.
6.Jangan memaksa anak bersaing dengan anak dengan kemampuan yang lebih tinggi. Adakan sedikit persaingan dalam program akademik yang tidak akan menyebabkan sikap negatif dan pemberontakan terhadap proses belajar. Belajar dengan kerjasama dapat mengoptimalkan pembelajaran, baik bagi anak yang berprestasi atau tidak, ketika pemebelajaran tersebut mendukung interaksi sosial yang tepat dalam kelompok yang heterogen.
7.Konsep yang sederhana yang diberikan pada anak pada permulaan unit instruksial dapat membantu penguasaan materi selanjutnya. Maka, dibutuhkan beberapa modifikasi di kelas.
8.Anak sebaiknya diberi tugas, terutama dalam pelajaran sosial dan ilmu alam, yang terstruktur dan konkret. Proyek-proyek besar yang membutuhkan matangnya kemampuan organisasional dan kemampuan konseptual sebaiknya dikurangi, atau secara substansial dimodifikasi, disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam kerja kelompok, slow-learner dapat ditugaskan untuk bertanggung jawab pada bagian yang konkret, sedang anak lain dapat mengambil tanggung jawab pada komponen yang lebih abstrak.
9.Tekankan hal-hal setelah belajar, berikan insentif dan motivasi yang bervariasi.
10.Berikan banyak kesempatan bagi anak untuk bereksperimen dan mempraktikkan konsep baru dengan materi yang konkret atau situasi yang menstimulasi.
11.Pada awal setiap unit, kenalkan anak dengan materi-materi yang familiar.
12.Sederhanakan petunjuk dan yakin bahwa petunjuk itu dapat dimengerti.
13.Penting bagi guru untuk mengetahui gaya belajar masing-masing anak, ada yang mengandalkan kemampuan visual, auditori atau kinestetik. Pengetahuan ini memudahkan penerapan metode belajar yang tepat bagi mereka.
B.Penyelesaian Masalah bagi Slow-learner
1.Pemeliharaan sejak dini Bila faktor lingkungan merupakan penyebab utama yang mempengaruhi inteligensi, pencegahan awalnya mungkin dengan mengubah lingkungan masyarakat dan lingkungan belajarnya. Perawatan sejak dini juga akan bermanfaat untuk pencegahan. Dalam suatu penelitian, setiap anak tinggal di dalam kamar yang berbeda dan hidup bersama dengan orang dewasa. Mereka mendapat perawatan yang khusus serta cermat dari para perawat wanita yang berpendidikan rendah. Dari hasil tes IQ terlihat adanya kemajuan. Dari sini dapat disimpulkan perawatan dini dan pemeliharaan secara khusus dapat menolong mengurangi tingkat kelambanan belajar.
2.Pengembangan secara keseluruhan Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya sebagai upaya mengalihkan perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah membuat mereka kecewa dan apatis. Pengalaman dalam berbagai hal akan membuat anak mengembangkan kemampuannya, dan pengalaman yang sukses akan membangun konsep harga diri yang sehat.
3.Lembaga pendidikan, kelas atau kelompok belajar khusus Dalam hal pergaulan, mereka yang ada di lembaga pendidikan umum mungkin mengalami perasaan seperti diasingkan oleh teman-temannya, tetapi di sana mereka dapat memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada yang mengikuti pendidikan di lembaga khusus. Bagi anak yang lambat belajar, yang terpenting bukanlah di mana mereka disekolahkan, tetapi bagaimana mereka mendapatkan pengaturan lingkungan belajar yang ideal. Dalam sekolah umum dapat dibentuk kelas khusus bagi anak slow-learner. Anak slow-learner membutuhkan perhatian yang lebih intensive dalam proses belajar mereka. Dengan dibentuk kelas atau kelompok yang relatif kecil, pembelajaran akan fokus pada mereka dan penggunaan metode yang berbeda dengan siswa reguler dapat lebih leluasa.
4.Memberikan pelajaran tambahan Sekolah dapat mengatur atau menambah guru khusus untuk menolong kebutuhan belajar anak. Dapat juga dengan menyediakan program belajar melalui komputer. Dengan demikian, mereka dapat belajar tanpa tekanan dan memperoleh kemajuan yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri. 5.Latihan indra Kesulitan belajar bagi anak yang lamban berhubungan erat dengan intelektualitasnya. Jadi, penting juga untuk memberikan beberapa teknik latihan indra kepada mereka. Anak memiliki gaya belajarnya masing-masing, seperti visual, auditori atau kinestetik. Dengan mengasah kemampuan indera yang dominan pada mereka akan mempermudah proses pemahaman dalam belajar mereka. 6.Prinsip belajar Semua usaha yang melatih anak untuk meningkatkan daya belajarnya, sebaiknya memerhatikan prinsip dan keterampilan belajar:
a.Usahakan agar anak lebih banyak mengalami sukacita karena keberhasilannya. Hindarkan kegagalan yang berulang-ulang.
b.Dorong anak untuk mencari tahu jawaban yang benar atau salah dengan usahanya sendiri. Dengan demikian, anak dapat dipacu semangatnya untuk belajar.
c.Beri dukungan moral atas setiap perubahan sikap anak agar mereka puas. Suatu waktu, berilah hadiah kepada anak.
d.Perhatikan taraf kemajuan belajar anak, jangan sampai kurang tantangan dan terlalu banyak mengalami kegagalan.
e.Lakukan latihan secara sistematis dan bertahap sehingga mencapai kemajuan belajar.
f.Boleh memberikan pengalaman berulang yang cukup, tetapi jangan diberikan dalam jangka pendek.
g.Jangan merencanakan pelajaran yang terlampau banyak bagi murid. h.Gunakan teknik bahasa yang melibatkan lebih banyak penggunaan indra.
i.Lingkungan belajar yang sederhana akan mengurangi rangsangan yang tidak diinginkan. Aturlah tempat duduk sedemikian rupa agar mereka tidak merasa terganggu.
7.Dukungan orangtua Dorongan dan bantuan orangtua erat hubungannya dengan hasil belajar anak yang lamban. Bila dalam mengulangi apa yang dipelajari di sekolah, orangtua bekerja sama dengan guru dalam memberikan metode dan pengarahan yang sama, tentu akan diperoleh hasil yang lebih baik. Bila memungkinkan, orangtua dapat meminta izin untuk mengamati proses belajar mengajar di sekolah.
Slow-learner merupakan salah satu dari lima kesulitan belajar siswa. Lima kesulitan itu antara lain (Sudradjat, 2008).
1.Learning disorder atau kekacauan belajar, yaitu keadaan di mana proses belajar seseorang terganggu akibat munculnya respon yang bertentangan.
2.Learning disfunction, merupakan gejala di mana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa itu tidak mengalami subnormalitas mental.
3.Under-achiever, mengacu pada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang cenderung di atas normal, tetapi berprestasi belajar yang rendah.
4.Learning disabilities, yaitu ketidakmampuan belajar yang mengacu pada gejala di mana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar.
5.Slow-learner, adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf intelektual yang relatif sama. Slow-learner adalah anak dengan tingkat penguasaan materi yang rendah, padahal materi tersebut merupakan prasyarat bagi kelanjutan di pelajaran selanjutnya, sehingga mereka sering harus mengulang (Burton, dalam Sudrajat, 2008). Kecerdasan mereka memang di bawah rata-rata, tetapi mereka bukan anak yang tidak mampu, tetapi mereka butuh perjuangan yang keras untuk menguasai apa yang diminta di kelas reguler. Slow-learner adalah istilah yang sering digunakan bagi anak-anak dengan kemampuan rendah, dengan IQ antara 70 dan 85, ada juga yang mengatakan antara 80 dan 90, dan keadaan ini berlangsung dari tahun ke tahun. Anak-anak seperti ini mengisi 14,1 % populasi, lebih besar daripada kelompok anak dengan learning disabitilies, retardasi mental dan autis yang disatukan (www.audiblox2000.com/index.htm). Anak yang demikian akan mengalami hambatan belajar, sehingga prestasi belajarnya biasanya juga di bawah prestasi belajar anak-anak normal lainnya, yang sebaya dengannya.Mereka dapat menyelesaikan SMP, tetapi mengalami kesulitan di SMA. Slow-learner dapat diartikan anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tuna grahita (retardasi mental). Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tuna grahita, lebih lambat dibanding dengan yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun nonakademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Slow-learner sulit untuk diidentifikasi karena mereka tidak berbeda dalam penampilan luar dan dapat berfungsi secara normal pada sebagian besar situasi. Mereka memiliki fisik yang normal, memiliki memori yang memadai, dan memiliki akal sehat. Hal-hal normal inilah yang sering membingungkan para orangtua, mengapa anak mereka menjadi slow-learner. Yang perlu diluruskan adalah walaupun slow-learner memiliki kualitas-kualitas tersebut, mereka tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas sekolah sesuai dengan yang diperlukan karena keterbatasan IQ mereka. B.Ciri-ciri Slow-learner Dari data statistik, dalam suatu populasi, 14, 1 % di antaranya merupakan slow-learner. Bahkan di beberapa sekolah, proporsi anak slow-learner lebih besar daripada anak normal. Hal yang kritis di sini adalah anak slow-learner tidak mudah diidentifikasi. Guru dan orang tua sebaiknya tidak terburu-buru mengambil kesimpulan terhadap anak dengan prestasi belajar yang buruk. Mereka perlu mempertimbangkan banyak faktor yang menyebabkan hal itu. Agar memudahkan metode belajar bagi anak tersebut, maka informasi yang jelas dan lengkap sangat dibutuhkan . Ciri-ciri umum slow-learner adalah: hasil pengukuran IQ mereka 75 % sampai 90% dari rata-rata anak, kemampuan membaca mereka yang dikuasai di usia-usia yang lebih lambat daripada anak kebanyakan, dan kecepatan belajar mereka 4/5 sampai 9/10 kali kemampuan kecepatan normal. Mereka sulit berpikir abstrak dan rentang perhatian mereka singkat. Mereka bereaksi lebih lambat dari pada rata-rata anak, ekspresi diri mereka buruk sekali, dan harga diri mereka rendah.
Ciri-ciri slow learner
Anak slow-learner memiliki ciri-ciri berikut:
1.Berfungsinya kemampuan kognisi, hanya saja di bawah level normal.
2.Cenderung tidak matang dalam hubungan interpersonal.
3.Memiliki kesulitan dalam mengikuti petunjuk-petunjuk yang memiliki banyak langkah.
4.Hanya memperhatikan saat ini dan tidak memiliki tujuan-tujuan jangka panjang.
5.Hanya memiliki sedikit strategi internal, seperti kemampuan organisasional, kesulitan dalam belajar dan menggeneralisasikan informasi.
6.Nilai-nilai yang biasanya buruk dalam tes prestasi belajar.
7.Dapat bekerja dengan baik dalam hand-on materials, yaitu materi-materi yang telah dipersingkat dan diberikan pada anak, seperti kegiatan di laboratorium dan kegiatan manipulatif.
8.Memiliki self-image yang buruk.
9.Mengerjakan tugas-tugas dengan lambat.
10.Menguasai keterampilan dengan lambat, beberapa kemampuan bahkan sama sekali tidak dapat dikuasai.
11.Memiliki daya ingat yang memadai, tetapi mereka lambat mengingat.
Faktor yang Mempengaruhi Slow Learner
Slow-learner memiliki hubungan yang sangat erat dengan IQ, maka terdapat dua faktor yang mempengaruhinya:
1.Faktor Internal / Faktor Genetik / Hereditas
Inteligensii merupakan sesuatu yang diturunkan. Berdasarkan 111 penelitian yang diidentifikasi dalam suatu survey pustaka dunia tentang persamaan ineligensi dalam keluarga (Atkinson, dkk, 1983, h. 133), terdapat korelasi antara IQ orangtua dan anaknya. Semakin tinggi proporsi gen yang serupa pada dua anggota keluarga, semakin tinggi korelasi rata-rata IQ mereka. Hasil dari berbagai penelitian dirangkum dalam tabel berikut: Hubungan Korelasi Kembar satu zigot Diasuh bersama 0,82 Diasuh terpisah 0,72 Kembar dua zigot Diasuh bersama 0,60 Saudara kandung Diasuh bersama 0,47 Diasuh terpisah 0,24 Orangtua / anak 0,40 Orangtua angkat / anak 0,31 Saudara sepupu 0,15
2.Faktor Eksternal / Lingkungan
Meskipun faktor genetik memiliki pengaruh yang kuat, hasil pada tabel tersebut juga menunjukkan bahwa lingkungan juga merupakan faktor penting. Lingkungan benar-benar menimbulkan perbedaan inteligensi. Gen dapat dianggap sebagai penentu batas atas dan bawah inteligensi atau penentu rentang kemampuan intelektual, tetapi pengaruh lingkungan akan menentukan di mana letak IQ anak dalam rentang tersebut (Atkinson, dkk, 1983, h. 135). Kondisi lingkungan ini meliputi nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga, dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Nutrisi meliputi nutrisi selama anak dalam kandungan, pemberian ASI setelah kelahiran, dan pemenuhan gizi lewat makanan pada usia di mana anak mengalami pertumbuhan dn perkembangan yang pesat. Nutrisi penting sekali bagi perkembangan otak anak. Nutrisi erat kaitannya dengan kesehatan anak. Anak yang sehat perkembangannya akan lebih optimal. Kualitas stimulasi dapat dilakukan dengan memperkaya lingkungan anak, sehingga dapat meningkatkan inteligensi anak. Berdasarkan penelitian Ramey, dkk (Santrock, 2007, h. 148), masa pendidikan awal yang berkualitas tinggi (sampai usia lima tahun) secara signifikan akan meningkatkan inteligensi anak dari keluarga miskin. Berikut ini adalah efek lingkungan yang berbeda terhadap IQ, berdasarkan penelitian yang dilakukan Beyley bahwa status sosial-ekonomi keluarga mempengaruhi IQ anak (Atkinson, dkk, 1983, h. 137): Efek Lingkungan yang Berbeda terhadap IQ Berdasarkan kurva di atas dapat disimpulkan bahwa, individu dapat memiliki IQ sekitar 65 jika dibesarkan di lingkungan miskin, tetapi dapat memiliki IQ lebih dari 100 jika dibesarkan di lingkungan sedang atau kaya. Penelitian tersebut menjelaskan hubungan yang erat antara kondisi sosial-ekonomi keluarga dengan variabel lingkungan, seperti nutrisi, kesehatan, kualitas stimulasi, iklim emosional keluarga dan tipe umpan balik yang diperoleh melalui perilaku. Kondisi keluarga mempengaruhi bagaimana keluarga mengasuh anak mereka. D.Slow-Learner dan Kemampuan Aktualisasi Diri Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu, sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya, para siswa seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagai mana yang diharapkan. Hal itu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan belajar yang merupakan hambatan dalam mencapai hasil belajar. Sementara itu, setiap siswa dalam mencapai sukses belajar, mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Ada siswa yang dapat mencapainya tanpa kesulitan, akan tetapi banyak pula siswa mengalami kesulitan, sehingga menimbulkan masalah bagi perkembangan pribadinya. Menghadapi masalah itu, ada kecenderungan tidak semua siswa mampu memecahkannya sendiri. Atas kenyataan itu, semestinya sekolah harus berperan turut membantu memecahkan masalah yang dihadapi siswa sesuai dengan 3 fungsi utama, yaitu
1) fungsi pengajaran, yakni membantu siswa dalam memperoleh kecakapan bidang pengetahuan dan keterampilan,
2) fungsi administrasi, dan
3) fungsi pelayanan siswa, yaitu memberikan bantuan khusus kepada siswa untuk memperoleh pemahaman diri, pengarahan diri dan integrasi sosial yang lebih baik, sehingga dapat menyesuaikan diri baik dengan dirinya maupun dengan lingkungannya.
Setiap fungsi pendidikan itu, pada dasarnya bertanggung jawab terhadap proses pendidikan pada umumnya. Termasuk seorang guru yang berdiri di depan kelas, bertanggung jawab terutama pada fungsi pelayanan siswa. Guru dapat membawa setiap siswa ke arah perkembangan individu seoptimal mungkin dalam hubungannya dengan kehidupan sosial serta tanggung jawab moral. Dalam proses belajar dan mengajar, kondisi slow-learner menjadi hambatan bagi anak untuk berprestasi di bidang akademik, tetapi tugas guru dan sekolah adalah membuat anak tetap dapat mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kemampuannya. Anak tetap dapat berkembang di bidang-bidang tertentu, bahkan lebih cerdas daripada anak normal pada bidang-bidang tersebut. Maka, slow-learner bukanlah suatu hambatan yang menentukan segala-galanya dalam kehidupan anak. Menurut Gardner (Santrock, 2007, h. 140), terdapat banyak tipe inteligensi spesifik dan dengan spesifikasi ini seorang anak dapat menggambarkan profesinya kelak, sebagai wujud aktualisasi dirinya:
1.Keahlian verbal; kemampuan untuk berpikir dengan kata dan menggunakan bahasa untuk mengekspresikan makna (penulis, wartawan, pembicara).
2.Keahlian matematika; kemapuan untuk menyelesaikan operasi matematika (ilmuwan, insinyur, akuntan). 3.Keahlian spasial; kemampuan untuk berpikir tiga dimensi (arsitek, pelukis, pelaut). 4.Keahlian tubuh-kinestetik; kemampuan untuk memanipulasi objek dan cerdas dalam hal-hal fisik (ahli bedah, pengrajin, penari atlet). 5.Keahlian musik; sensitif terhadap nada, melodi, irama, dan suara (komposer, musisi, dan pendengar yang sensitif).
6.Keahlian intrapersonal; kemampuan untuk memahami diri sendiri dan menata kehidupan dirinya secara efektif (teolog, psikolog). 7.Keahlian interpersonal; kemampuan untuk memahami dan dan berinteraksi secara efektif dengan orang lain (guru, penyuluh, konsultan).
8.Keahlian naturalis; kemampuan untuk mengamati pola-pola di alam dan memahami sistem alam dan sistem buatan manusia (petani, botani, ekolog). Tipe inteligensi spesifik inilah yang semestinya dikenali dengan baik oleh guru dari anak-anak slow-learner. Dengan mengetahui potensi diri, anak slow-learner dapat termotivasi untuk lebih mengembangkan diri di wilayah yang dapat mereka kuasai dan membantu mereka membangun konsep diri yang baik tentang dirinya sendiri.
METODE BELAJAR BAGI SLOW-LEARNER
A.Guru dan Slow-learner
Anak slow-learner mungkin merupakan cobaan berat bagi seorang guru. Keadaan anak yang memang tidak memungkinkan untuk memuaskan seorang guru lewat prestasi belajar, membuatnya perlu diperhatikan dan dibimbing dengan caranya sendiri. Tiga dari lima siswa yang dibimbing seorang guru bisa merupakan anak slow-learner, maka pengetahuan yang memadai mengenai bagaimana cara yang tepat untuk mengakomodasi mereka sangat diperlukan. Berikut ini adalah hal-hal yang dapat membantu guru dalam menghadapi anak slow-learner:
1.Pahami bahwa anak membutuhkan lebih banyak pengulangan, 3 sampai 5 kali, untuk memahami suatu materi daripada anak lain dengan kemampuan rata-rata. Maka, dibutuhkan penguatan kembali melalui aktivitas praktek dan yang familiar, yang dapat membantu proses generalisasi.
2.Anak slow-learner yang tidak berprestasi dalam akademik dasar dapat memperoleh manfaat melalui kegiatan tutorial di sekolah atau privat. Tujuan tutorial bukanlah untuk menaikkan prestasinya, tetapi membantunya untuk optimis terhadap kemampuannya dan menghadapkannya pada harapan yang realistik dan dapat dicapainya. 3.Adalah masuk akal dan dapat dibenarkan untuk memberi mereka kelas yang lebih singkat dan tugas yang lebih sederhana. 4.Berusahalah untuk membantu anak membangun pemahaman dasar mengenai konsep baru daripada menuntut mereka menghafal materi dan fakta yang tidak berarti bagi mereka.
5.Gunakan demonstrasi dan petunjuk visual sebanyak mungkin. Jangan membingungkan mereka dengan terlalu banyak verbalisasi. Pendekatan multisensori juga dapat sangat membantu.
6.Jangan memaksa anak bersaing dengan anak dengan kemampuan yang lebih tinggi. Adakan sedikit persaingan dalam program akademik yang tidak akan menyebabkan sikap negatif dan pemberontakan terhadap proses belajar. Belajar dengan kerjasama dapat mengoptimalkan pembelajaran, baik bagi anak yang berprestasi atau tidak, ketika pemebelajaran tersebut mendukung interaksi sosial yang tepat dalam kelompok yang heterogen.
7.Konsep yang sederhana yang diberikan pada anak pada permulaan unit instruksial dapat membantu penguasaan materi selanjutnya. Maka, dibutuhkan beberapa modifikasi di kelas.
8.Anak sebaiknya diberi tugas, terutama dalam pelajaran sosial dan ilmu alam, yang terstruktur dan konkret. Proyek-proyek besar yang membutuhkan matangnya kemampuan organisasional dan kemampuan konseptual sebaiknya dikurangi, atau secara substansial dimodifikasi, disesuaikan dengan kemampuannya. Dalam kerja kelompok, slow-learner dapat ditugaskan untuk bertanggung jawab pada bagian yang konkret, sedang anak lain dapat mengambil tanggung jawab pada komponen yang lebih abstrak.
9.Tekankan hal-hal setelah belajar, berikan insentif dan motivasi yang bervariasi.
10.Berikan banyak kesempatan bagi anak untuk bereksperimen dan mempraktikkan konsep baru dengan materi yang konkret atau situasi yang menstimulasi.
11.Pada awal setiap unit, kenalkan anak dengan materi-materi yang familiar.
12.Sederhanakan petunjuk dan yakin bahwa petunjuk itu dapat dimengerti.
13.Penting bagi guru untuk mengetahui gaya belajar masing-masing anak, ada yang mengandalkan kemampuan visual, auditori atau kinestetik. Pengetahuan ini memudahkan penerapan metode belajar yang tepat bagi mereka.
B.Penyelesaian Masalah bagi Slow-learner
1.Pemeliharaan sejak dini Bila faktor lingkungan merupakan penyebab utama yang mempengaruhi inteligensi, pencegahan awalnya mungkin dengan mengubah lingkungan masyarakat dan lingkungan belajarnya. Perawatan sejak dini juga akan bermanfaat untuk pencegahan. Dalam suatu penelitian, setiap anak tinggal di dalam kamar yang berbeda dan hidup bersama dengan orang dewasa. Mereka mendapat perawatan yang khusus serta cermat dari para perawat wanita yang berpendidikan rendah. Dari hasil tes IQ terlihat adanya kemajuan. Dari sini dapat disimpulkan perawatan dini dan pemeliharaan secara khusus dapat menolong mengurangi tingkat kelambanan belajar.
2.Pengembangan secara keseluruhan Usahakan agar anak mau mengembangkan bakatnya sebagai upaya mengalihkan perhatiannya dari kelemahan pribadi yang telah membuat mereka kecewa dan apatis. Pengalaman dalam berbagai hal akan membuat anak mengembangkan kemampuannya, dan pengalaman yang sukses akan membangun konsep harga diri yang sehat.
3.Lembaga pendidikan, kelas atau kelompok belajar khusus Dalam hal pergaulan, mereka yang ada di lembaga pendidikan umum mungkin mengalami perasaan seperti diasingkan oleh teman-temannya, tetapi di sana mereka dapat memiliki harga diri yang lebih tinggi daripada yang mengikuti pendidikan di lembaga khusus. Bagi anak yang lambat belajar, yang terpenting bukanlah di mana mereka disekolahkan, tetapi bagaimana mereka mendapatkan pengaturan lingkungan belajar yang ideal. Dalam sekolah umum dapat dibentuk kelas khusus bagi anak slow-learner. Anak slow-learner membutuhkan perhatian yang lebih intensive dalam proses belajar mereka. Dengan dibentuk kelas atau kelompok yang relatif kecil, pembelajaran akan fokus pada mereka dan penggunaan metode yang berbeda dengan siswa reguler dapat lebih leluasa.
4.Memberikan pelajaran tambahan Sekolah dapat mengatur atau menambah guru khusus untuk menolong kebutuhan belajar anak. Dapat juga dengan menyediakan program belajar melalui komputer. Dengan demikian, mereka dapat belajar tanpa tekanan dan memperoleh kemajuan yang sesuai dengan kemampuan diri sendiri. 5.Latihan indra Kesulitan belajar bagi anak yang lamban berhubungan erat dengan intelektualitasnya. Jadi, penting juga untuk memberikan beberapa teknik latihan indra kepada mereka. Anak memiliki gaya belajarnya masing-masing, seperti visual, auditori atau kinestetik. Dengan mengasah kemampuan indera yang dominan pada mereka akan mempermudah proses pemahaman dalam belajar mereka. 6.Prinsip belajar Semua usaha yang melatih anak untuk meningkatkan daya belajarnya, sebaiknya memerhatikan prinsip dan keterampilan belajar:
a.Usahakan agar anak lebih banyak mengalami sukacita karena keberhasilannya. Hindarkan kegagalan yang berulang-ulang.
b.Dorong anak untuk mencari tahu jawaban yang benar atau salah dengan usahanya sendiri. Dengan demikian, anak dapat dipacu semangatnya untuk belajar.
c.Beri dukungan moral atas setiap perubahan sikap anak agar mereka puas. Suatu waktu, berilah hadiah kepada anak.
d.Perhatikan taraf kemajuan belajar anak, jangan sampai kurang tantangan dan terlalu banyak mengalami kegagalan.
e.Lakukan latihan secara sistematis dan bertahap sehingga mencapai kemajuan belajar.
f.Boleh memberikan pengalaman berulang yang cukup, tetapi jangan diberikan dalam jangka pendek.
g.Jangan merencanakan pelajaran yang terlampau banyak bagi murid. h.Gunakan teknik bahasa yang melibatkan lebih banyak penggunaan indra.
i.Lingkungan belajar yang sederhana akan mengurangi rangsangan yang tidak diinginkan. Aturlah tempat duduk sedemikian rupa agar mereka tidak merasa terganggu.
7.Dukungan orangtua Dorongan dan bantuan orangtua erat hubungannya dengan hasil belajar anak yang lamban. Bila dalam mengulangi apa yang dipelajari di sekolah, orangtua bekerja sama dengan guru dalam memberikan metode dan pengarahan yang sama, tentu akan diperoleh hasil yang lebih baik. Bila memungkinkan, orangtua dapat meminta izin untuk mengamati proses belajar mengajar di sekolah.
Subscribe to:
Posts (Atom)